Sabtu, 10 Mei 2014

Partai Politik



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Seperti yang kita ketahui bahwa dunia politik sering sekali menjadi bahan pembicaraan dimanapun terutama di media massa. Seolah-olah segala sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan yakni politik yang menjadi acuan masyarakat. Dimata masyarakat, politiklah yang selalu disalahkan. Kepemimpinan seseorang dikuatkan oleh partai politik yakni disini partai politik bias dikatakan sebagai suatu kelompok yang terorganisasi yang anngota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai, dan cita-cita yang sama. Artinya bahwa partai politiklah yang menjadi penguat atu senjata dari  sebuah kekuasaan seperti yang kita lihat pada partai PDIP ( partai democrat Indonesia perjuangan ) yang dipimpin oleh Megawati soekarnoputri pada tahun 1999. Secara umum, tujuan dibentuknya partai politik adalah untuk memperoleh kekuasaan ( kemampuan seseorang dalam mempengaruhi orang lain ) dan merebut sebuah kedudukan politik yang biasanya dengan cara konstitusional untuk melaksanakan kebijakan mereka, menurut pendapat Carl J. Ffriedrich dalam kutipan mariam budihadjo ( 1998:160 ) mengemukakan bahwa partai politik adalah “ A political party is a grouping of human beings, stably organized with the objective of securing or maintaining for its leaders the control of government with the further objective of giving to members of the party though such control ideal and material benefits and adventegs”. Yang artinya bahwa sekelompok manusia yang terorganisasi secara stabil dengan cara merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintah dari pada pimpinan partai politiknya dan berdasarkan penguasaan ini memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat ideal maupun material.
Dari pengertian partai politik diatas maka yakni seseorang yang terorganisasi atau secara berkelompok dalam mempertahankan pimpinan dalam pemerintahannya. Adapun dalam partai politik membawa kita pada suatu yang semakin menarik perhatian. Dewasa ini kita berhadapan dengan beberapa macam partai politik yakni pada komposisi partai pada pasca pemilihan umum 1999 yakni ditingkat teratas berdiri partai PDIP,GOLKAR, dan PPP yang berhasil dari zaman orde baru yang sudah bertahun-tahun memastikan dan menjaga konstituensinya sendiri..
Partai sebagai kekuatan politik adalah suatu gejala baru bagi semua Negara di dunia ini, dalam arti bahwa pada umumnya tidak setua umur masyarakat 34 indira samega, TNI di era perubah manusia. Partai-partai yang terorganisir timbul pada akhir abad ke-18 da 19 di Eropa Barat. Yakni sebagai salah satu bagian kekuatan politik yang berperan penting dalam suatu Negara.
Ketika kita berbicara tentang kepartaian yakni bahwa terdapat sisitem-sistem kepartaian atau terdapat pola-pola pengklasifikasian system partai tunggal, system dua partai, dan sitem multi partai. Pada pengklasifikasian system kepartaian ini diklasifikasikan berdasarkan dari waktu Negara tersebut serta perbedaan ideologi. Pada konteks orde baru ideology ala Alan Ware kurang relevan karena dengan UU Tahun 1985 ideologi bangsa menjadi satu/lebih dikenal  “ asas tunggal pancasila “. Oleh karena itu, system kepartaian pada masa orde baru tidak dapat dikategorikan pada tiga system kepartaian diatas sedangkan pada era repormasi, jarak ideologi yang menjadi tolak ukur system kepartaian yang digunakan. Muncul kembali dengan adanya dua kutub kekuatan satu sisi dan tiga kutub kekuatan disisi lain pada partai-partai poliotik 1999. Pada saat itu pluralisme ekstrim kembali menjadi kecenderungan system kepartaian saat itu. Maksud dari dua kutub kekuatan adalah ideologi nasionalis dan ideology agama kemudian yang dimaksud tiga kutub kekuatan ialah nasionalis sekuler, nasionalis radikal, dan islam. Nasionalis sekuler diwakili PDIP dan GOLKAR sedangkan nasionalis radikal ditunjukkan oleh perilaku DPR sedangkan islam lkebih banyak melekat pada PPP, PBB, dan PKS. Yang menarik disini adalah benturan kepentingan dan ideology yang sangat kontras dan tidak serta merta mengarah pada perilaku melepaskan diri dari bumi pertiwi melainkan tetap pada komitmen kuat untuk melihat pada integrasi nasional. Dengan demikian tidak menjadi rumusan baku ketika pluralisme ekstrim memiliki kecenderungan sentrifugal.



B.     Rumusan masalah
Masalah-masalah yang kami rumuskan dalam makalah ini adalah:
1.      Apa definisi partai politik ?
2.      Bagaimana asal dan perkembangan partai politik ?
3.      Apa fungsi partai politik ?
4.      Bagaimana System kepartaian ?

C.     Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah :
1.      Mengetahui definisi dari partai politik
2.      Mengetahui asal dan pekkembangan partai politik
3.      Memahami bagaimana bentuk system kepartaian terutama di Indonesia Negara kita ini.
4.      Mengetahui pengklasifikasian dari partai politik




  
  



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi partai politik
Pada era globalisasi sekarang ini partai politik partai politik sering kita dengar dimanapun itu termasuk termasuk di media massa yakni terutama di televisi, radio, dan sumber informasi lainnya. Dalam persfektif sosiologi politik, partai politik merupakan kumpulan dari sekelompok orang dalam masyarakat yang berusaha untuk meraih atau mempertahankan kekuasaan suatu pemerintahan atau Negara. Artinya bahwa partai politik dalam persfektif sosiologi politik merupakan kumpilan seseorang atau sekelompok orang dimana bertujuan untuk mendapatkan kekuasaan atau kedudukan yang dimilikinya pada waktu itu. Seperti yang dikatakan oleh R.H. Soltau dalam kutipan budihardjo, 1998 : 160 mendefinisikan bahwa partai politik sebagai sekelompok warga Negara yang sedikit banyak terorganisasikan yang bertindak sebagai kesatuan politik dan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih bertujuan menguasai pemerintahan dan melaksanakan kebijaksanaan umum mereka. ( said dan dzulkiah, 2007, hlm 222 ).
Partai politik memiliki pembedaan dengan 3 kategori yakni kelompok penekan ( pressure group ), kelompok kepentingan ( inters group ), dan gerakan ( movement ). Dari 3 kategori tersebut, yang pertama; kelompok penekan, dimana kelompok ini bertujuan untuk memperjuangkan suatu kepentingan dan mendapatkan keputusan yang menguntungkan dan menghindari keputusan yang merugikan. Maksudnya adalah ia tidak berusaha untuk menempatkan wakilnya dalam DPR melainkan cukup untuk mempengaruhi satu atau beberapa partai didalam atau instansi pemerintahan yang berwenang. Dari sini sudah jelas sekali bahwa kelompok kepentingan mempunyai orientasi lebih sempit dari pada partai yang karena mewakili berbagai golongan lebih banyak yang memperjuangkan kepentimgan umum.
Dan adapun gerakan politik meruoakan kelompok yang ingin mengadakan  perubahan-parubahan pada lembaga-lembaga politik selain gerakan politik. Pada dunia ini salah satu wajah gerakan yang menjadi fenomena atau peristiwa selalu hadir dalam setiap komunitas masyarakat atau Negara yakni gerakan social. Gerakan ini selalu mengalami perubahan seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan zaman. Perubahan tersebut sering terjadi karena masyarakat mengikuti isu-isu social dan globalisasi yang cenderung berubah-ubah. Perbedaan gerakan social itu terletak pada cirri-cirinya seperti yang dikemukakan oleh Bottomore ( 1992 ) yakni tidak memiliki hierarki atau jalur sifat pusat, satu kelompok yang bersimpati terhadap pandangan social yang sering tampak pada perdebatan politik sehari-hari, sifat yang kurang terorganisasi sehingga tidak ada keanggotaan yang tetap, berperan serta dalam kegiatan demonstrasi , bertindak dalam cara yang lebih menyatu, serta membangun prasyarat terhadap perubahan-perubahan penguasa dengan mempermasalahkan pendapat yang berbeda dengan mengajukan alternative. ( said dan dzukiah, 2007, hlm : 223-224 ).

B.     Asal dan perkembangan partai politik
Ketika kita berbicara tentang asal dari partai politik berarti kita kita berbicara tentang bagaimana partai politik muncul untuk pertama kalinya. Pada kemunculan partai politik ada dua pendekatan yakni pendekatan teoritis dan pendekatan faktual. Dalam pendekatan teoritis ada tiga yang mencoba menjelaskan yakni, yang pertama; teori kelembagaan, teori ini menjelaskan bahwa parpol dibentuk oleh kalangan legislative dan ekskutif. Karena adanya kebutuhan anggota parlemen untuk melangsungkan atau mengadakan komunikasi dengan masyarakat dan membina dukungan dari mereka. Kedua; teori situasi historis, dimana dijelaskan bahwa munculnya parpol sebagai kebutuhan sistem politik yakni untuk mengatasi krisis sebagai akibat dari perubahan. Ketiga; teori pembangunan yakni menjelaskan bahwa parpol muncul karena kebutuhan dari akses modernisasi sosial ekonomi seperti pembangunan teknologi komunikasi, perluasan dan peningkatan pendidikan dsb. Dari 3 pendekatan diatas itu adalah menurut bottomore ( 1992 ).
Selanjutnya dalam pendekatan faktual,asal mula dari parpol dapat dijelaskan dalam fase atau tahapan perkembangannya. Seperti yang dikatakan atau dikemukakan oleh P. Huntington oleh kutipan bambang cipto, 1996:4. Manjelaskan bahwa parpol memiliki fase-fase perkembangan yang menentukan. Artinya disini bahwa, ia menggolongkan atau mengklasifikasikan pertumbuhan serta perkembangan partai dalam 4 tahap yakni yang pertama; tahap faksional. Pada tahap faksional ini memiliki karakteristik diantaranya maraknya pasangan politik yang memperebutkan kekuasaan serta pengaruh, masyarakat kurangnya mengenal tuntutan organisasi politik modernyang melibatkan isu-isu stabilitas serta penataan kehidupan politik, pada tingkat rendahnya partisipasi dan pelembagaan politik masyarakat baru mengenal partai sebagai suatu invensi kultural baru. Kedua; tahap polarisasi. Pada tahap polarisasi ini dijelaskan bahwa proses masyarakat tinggal landas yang berusaha keluar dari politik tradisional karena melindungi faksi yang saling menyaingi secara personal. Karakteristik dari tahap polarisasi yang sangat menonjol adalah masyarakat yang terpola secara dinamis mempelebar basis sosial masing-masing kelompok yang berakibat memperkuat posisi masing-masing. Ketiga; tahap ekspansi, tahap ini tingkat partisipasi politik masyarakat meluap dan memerlukan kontribusi partai sebagai aggregator kepentingan umum. Keempat; tahap pelembagaan, pada tahap pelembagaan ini sistem partai lebih mencapai tahap mapan atau dengan kata lain tahap akhir dari pertumbuhan parpol. Karakteristik dan tahap ini yakni terbentuknya sistem dua partai, multi partai dsb. Partai politik telah memiliki fuingsi yang jelas dan tegas dalam sistem ketatanegaraan serta relatif banyak tidak mengalami perubahan. ( said dan dzulkiah, 2007, hlm 226 ).

C.     Fungsi partai politik
Jika kita berbicara mengenai fungsi dari parpol, maka yang ada dibenak kita adalah untuk apa atau kegunaan dari parpol itu dibentuk? Parpol mempunyai fungsi yang beragam. Adapun fungsi dari parpol secara umum adalah mencari dan mempertahankan kekuasaan guna untuk mewujudkan/tercapainya program-program yang telah disusun berdasarkan ideology tertentu. Mengenai beragamnya fungsi parpol Miriam Budihardjo ( 1998 : 163 ) mengatakan bahwa ada perbedaan fungsi parpol dalam Negara demokrasi dan Negara berkembang. Yakni yang pertama fungsi parpol pada Negara demokrasi adalah sebagai sarana komunikasi politik, partai sebagai sarana/tempat diadakannya sosialisasi politik, sebagai sarana rekruitmen politik dan yang terakhir adalah sebagai pengatur konflik. Dan adapun parpol untuk Negara berkembang memiliki tiga fungsi yakni : parpol sebagai dukungan basis masa yang stabil, saeana integrasi dan mobilisasi, memelihara berlangsungnya kelompok politik.
Dari keempat fungsi parpol diatas, fungsi retruitment mempunyai hubungan dengan parpol yakni bagaimana parpol menjaring seseorang atau sekelompok orang baik itu dari in group maupun out group menjadi  pimpinan partai ( presiden/wakil presiden ). Berkenaan dengan fungsi ini, menurut Miriam budihardjo bahwa parpol berfungsi untuk mencari dan mengajak orang yang ahli atau berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai kader politik/anggota partai. Pencarian kader baru yang berbakat atau ahli bertujuan untuk dipersiapkan untuk mengganti pimpinan lama pada masa mendatang.

D.    Sistem kepartaian
Bila dilihat dari sudut jarak ideologi bahwa sistem kepartaian digolongkan atas dasar jumlah kutub ( polar ), jarak diantara kutub-kutub itu ( polaritas ) dan arah perilaku politiknya, Pernyataan tersebut menurut Alan ware. Berkaitan dengan Alan ware sartori mengklasifikasikan sistem kepartaian menjadi 3 yakni: yang pertama; sistem pluralisme yang sederhana yang mempunyai dua kutub ( bipolar ) yang arah politiknya mengarah pada sentripental. Kedua; sistem pluralism yang moderat memiliki dua kutub ( bipolar ) dengan polaritas kecil dan arah politik partai sama dengan arah pengklasifikasian sistem kepartaian diatas. Ketiga; sistem pluralisme ekstrem yang memiliki banyak kutub ( multipolar ) dengan polaritas besar dan arah perilaku politik sentrifugal.
Jika kita berbicara tentang perilaku politik maka otomatis kita berbicara tingkah laku politik pada masa itu. Pada sistem totaliter tanpa pluralisme politik, yakni pemilu tidak mempunyai pengaruh terhadap komposisi pemerintahan. Prinsip politik kepemimpinan partai serta legitimasi pemerintahan berdasarkan pada ideology partai yang berkuasa pada waktu itu. Karena itu, pemilu berlangsung pada jarak waktu yang tidak tetap, misalnya di korea utara. Dalam hal ini pemilu hanya bertujuan pada memobilisasikan seluruh kekuasaan sosial dibawah supremasi partai komunis dalam rangka menegaskan dan mengkonsolidasikan persatuan rakyat serta untuk menunjukkan identitas para pekerja dan partai mereka. Jadi, pemilu tidak mwmpunyai pengaruh terhadap pemerinthan seseorang yakni seperti yang dicontohkan diatas. ( Friedrich Ebert Stiftung, 2003, hlm : 8 ).
Parpol di Indonesia senantiasa berpijak pada 5 aliran besar, lima aliran besar itu meliputi nasionalisme radikal, tradisionalisme jawa, islam, sosialis democrat dan komunisme ( Herbert feith dan lance castles, 1998 : i - iii ). Kelima aliran ideologi tersebut pada pemilu 1955 cenderung mewarnai empat partai besar pemenang pemilu yakni PNI, MASYUMI, NU dan PKI. Terjadi perdebatan panjang dalam rapat konstituante yang berisikan apakah bersifat sekuler dan islam. Maurice duveoge dalam bukunya yang terkenal yaitu political parties, menjelaskan bahwa klasifikasi sistem parpol yaitu sistem partai tunggal ( single party system ), sistem dwi partai ( two party system ), dan sistem multi partai ( multi party system ). Yang pertama sistem partai tunggal, suasana kepartaian dinamakan nonkompetitif oleh kare na partai-partai yang harus menerima pemimpin dari partai yang dominan dan tidak dibenarkan bersaing secara merdeka melawan partai itu. Kecendrungan untuk pola sistem partai tunggal disebabkan karena Negara-negara baru pimpinan sering dihadapkan dengan masalah bagaimana mengintegrasikan atau menyatukan berbagai golongan, daerah dan suku yang berbeda corak sosial dan pandangan hidupnya. Negara-negara yang berhasil untuk meniadakan partai-partai lain adalah uni soviet. Partai komunis uni soviet bekerja dalam suasana yang nonkompetitif, artinya bahwa tidak ada partai lain yang boleh bersaing atau tunggal serta organisasi yang bernaung dibawahnya berfungsi sebagai pembimbing dan penggerak masyarakat dan menekan perpaduan dari kepentingan partai dengan kepentingan rakyat secara menyeluruh. Kedua; sistem dua partai, dalam persfektif kepustakaan ilmu politik, pengertian sistem dua partai biasanya diartikan adanya beberapa partai atau adanya beberapa partai tetapi dengan peranan dominan dari dua partai. Sedikit Negara yang pada dewasa ini memiliki sedikit cirri-ciri sistem  dan dua partai kecuali inggris, AS, dan Filipina sehingga Maurice duverger mengatakan bahwa sistem ini adalah khas Anglo saxon. Dalam sistem ini partai-partai dengan jelas dibagi dalam partai yang berkuasa dan partai oposisi. Pada umumnya sistem dua partai diperkuat dengan digunakannya sistem pemilihan single-member constituency ( sistem distrik ) artinya bahwa dimana dalam setiap daerah pemilihannya hanya dapat dipilih satu wakil saja. Sistem pemilihan ini mempunyai kecenderungan untuk menghambat pertumbuhanb dan perkembangan partai kecil sehingga dengan demikian memperkokoh sistem dua partai. Ketiga; sistem banyak partai, sistem ini pada umumnya dianggap bahwa keanekaragaman dalam komposisi masyarakat menjurus ke perkembangannya sistem multi partai. Dimana perbedaan ras, agama atau suku bangsa adalah kuat, golongan-golongan masyarakat cenderung untuk menyalurkan ikatan-ikatan terbatas ( primordial ) tadi dalam satu wadah saja. Dianngap bahwa pola atau sistem multi partai lebih mencerminkan keanekaragaman budaya dan politik dari pada pola dua partai. Sistem banyak partai ditemukan di Indonesia, Malaysia, negeri belanda, prancis, swedia dsb. Sistem kepartaian ini diperkuat oleh sistem pemilihan perwakilan berimbang ( proportional representation ) yang memberi kesempatan luas bagi pertumbuhan partai-partai dan golongan-golongan kecil. Melalui sistem perwakilan berimbang partai-partai kecildapat menarik keuntungan dari ketentuan bahwa dari kelebihan suara yang diperolehnya disuatu daerah pemilihan dapat ditarik ke daerah lain untuk menggenapkan jumlah suara yang di perlukan guna menegakkan satu kursi. ( mahrup M.pd, kapita selecta sejarah Indonesia, period 1945-1998, 2011, hlm 121-122 ).
Sistem kepartaian mendukung terbentuknya sistem pemerintahan yang kuat, efektif dan produktif. Koherensi diantara sistem kepartaian, sistem pemilu, sistem perwakilan dan sustem pemerintahan yang semestinya terwujud dalam kehidupan politik suatu nagara. Sejak reformasi 1998, realitas sistem kepartaian inmdonesia telah menunjukkan terbentuknya sistem multi partai dengan tingkat fragmentasi yang cukup tinngi. Dari hal tersebut menunjukkan gejala yang positif. Namun pada sisi lain sistem multi partai apalagi dengan tingkat pragmentasi dan polarisasi tinggi, bahwa menurut para ahli bukan kombinasi yang baik untuk sistem pemerintahan presidensial seperti yang berlaku di Indonesia sekarang ini. Budiman sudjatmiko, anggota komisi II DPR, berpendapat atau berpandangan bahwa dinamika multi partai dalam sistem presidensial memunculkan dualisme sistem politik dan sistem demokrasi. Menurut dualisme sistem pemerintahan itu dipengaruhi oleh warisan politik masa lalu terutama pengalaman saat bangsa ini menggunakan sistem parlementer dan menurutnya sistem presidensial yang kita anut masih berwatak parlementer.
Berkaitan dengan tradisi politik Indonesia yang menganut tradisi Eropa continental. Namun demikian gaya politiknya meniru gaya AS yang penuh dengan politik serba kuantitatif, seperti pencitraan, adanya konsultan politik yang adhoc, survey, polling dsb. Maka, budiman menyoroti fenomena atau peristiwa Amerika Latin yang keadaan politiknya mirip dengan Indonesia. Sistem kepartaian yanmg dianutnya adalah sistem multi partai. Sistem pemerintahannyapun juga kebanyakan presidensial. Akan tetapi ada yang berbeda antara disana dengan Indonesia, kalau disana sistem presidensial bisa kuat dengan tetap menggunakan sistem kepartaian yangmulti. Ini bisa terjadi karena secara sosiologi politik, masyarakat politik di Amerika Latin adalah homogen. Homogenitas atau persamaan ini kenudian menjadikan sistem multi partai yang ada menjadi sederhana. (Willy Aditya, Dilema multi partai dalam presidensialisme, 2010, hlm 8-9 ).




  


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari berbagai pembahasan diatas, maka dapat kita simpulkan bahwa:
Partai politik merupakan sekumpulan dari sekelompok orang pada suatu Negara atau wilayah yang anggota-anggotanya memiliki orientasi, nilai dan cita-cita yang sama untuk terwujudnya visi yang telah dibuat dengan sebagai tolak ukur dalam mempertahankan pimpinan partai politiknya atau dengan kata lain bagaimana anggota dari partai tersebut mempertahankan kekuasaan kedudukannya dan serta merebut kekuasaan.
Fungsi partai politik adalah untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan guna mewujudkan program-program yang sudah disusun dan kami sependapat dengan pendapatnya Miriam budihardjo yang mengatakan bahwa fungsi parpol dalam Negara yang demokrasi yaitu sebagai sarana komunikasi politik, sebagai sarana sosialisasi politik dan yang terakhir sebagai sarana recruitment politik parpol serta mencari orang yang berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik.
Asal dan perkembangan parpol dipandang dua pendekatan yang pertama; pendekatan teoritis yaitu meliputi teori kelembagaan, situasi historis dan pembangunan. Kedua; pemdekatan faktual yakni dijelaskan dalam tahap perkembangannya yang meliputi tahap faksionalisasi, polarisasi,tahap ekspansi dan tahap pelembagaan.
Sistem kepartaian tergolong menjadi tiga penggolongan yakni sitem partai tunggal ( single party system ), sistem dwi partai ( two party system ), dan sistem multi partai ( multi party system ).

B.     Saran
Jadilah warga Negara yang baik dan belajarlah untuk jujur dari hal yag terkecil karena kita belajar dari suatu hal yang paling terkecil sehingga disana terjadi pembiasaan pada diri kita masing-masing serta adil dan professional dalam bertindak dan membuat keputusan. Belajar memimpin diri sendiri, baru memimpin orang lain.





DAFTAR PUSTAKA

·         Gatara, said AA, M.Si dan Said Dzulkiah M.Si. Sosiologi Politik, konsep dan dinamika perkembangan kajian. Bandung : Pustaka Setia. 2007
·         Mahrup M.Pd. Kapita Selecta Sejarah Indonesia, periode ( 1945-1998 ). Selong. 2011
·         Aditya Willy. Analisis politik bulanan,memajukan demokrasi membangun republik, dilema multi partai dalam presidensialisme. Refrensi. 2010
·         Tim litbang kompas. Partai-partai politik Indonesia, ideologi dan program. Jakarta : kompas. 2004
·         Ebert Stiftung Ffriedrich. Politik Pemiludi Asia Tenggara dan Asia Timur. Jakarta : Pensil-324. 2003



Selasa, 04 Maret 2014

Jurnalistik and News



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Seperti yang kita ketahui sama-sama bahwa pola piker masyarakat berubahSeiring dengan perkembangan zaman dan pengaruh dari perkembangan IPTEK. Perkembangan IPTEK dalam konteks media massa sangat mempengruhi kehidupan dan pola piker masyarakat. Seperti yang di ungkapkan oleh Rogers ( 1986 ), ia mengatakan bahwa dampak social terpenting yang ditimbulkan oleh teknologi komunikasi baru adalah pengangguran, semakin dalamnya jurang informasi yang memisahkan antara si kaya dan si miskin, meningginya ketidakadilan gender dalam penggunaan media, informasi secara berlebihan, meningkatnya pelecehan privasi, desentralisasi kekuatan dalam masyarakat dan segmentasi audiens media massa. Masalah-masalah yang ditimbulkan oleh teknologi komunikasi baru sanngt memperburuk keadaan masyarakat yang tidak bisa menyesuaikan dirinya dengan perkembangan tersebut. Oleh karena itu masyarakat harus bisa menyesuakan dirinya dengan perkembangan zaman dalam konteks teknologi komunikasi baru, jika tidak maka masyarakalah yang akan jatuh dengan sendirinya.
            Berbagai macam jenis mata pencaharian yang kita temui di lingkungan masyarakat  dan yang utama terkenal di masyarakat dan pemerintahan adalah seorang jurnalis. Jurnalistik saat ini adalah industry, daya serap tenaga kerjanyapun makin besar. Badan usaha penerbitan media berkembang pesat. Gaya hidup makin meningkat akibat trend yang dibentuk media massa, disinilah pentingnya mendalami jurnalistik. Jurnalistik adalah keterampilan dan profesi. Jurnalistik sebagai keterampilan tidak hanya mengharuskan pengetahuan yang cukup untuk memahaminya tetapi juga harus dilatih dan digeluti layaknya para wartawan bekerja. Terampil menulis dapat menjadikan kita sebagai penulis yang produktif dan mendapat income. Itulah makna jurnalistik sebagai keterampilan.
            Jurnalistik hadir tidak untuk menyesatkan melainkan untuk memberdayakan masyarakat dan karenanya setiap kita perlu menjadi subjek yang terlibat dalam mengamati perkembangan industry jurnalistik. Jurnalistik merupakan karya besar yang dapat mengubah nasib suatu bangsa. Ketika membahas mengenai jurnalistik, pikiran kita tentu akan tertuju pada kata berita/news. Berita berdasrkan batasan dari Kris Budiman adalah laporan mengenai suatu peristiwa atau kejadian yang terbaru. Pentingnya sebuah informasi akan disampaikan oleh seorng jurnalis lewat media massa dan informasi tersebut akan sampai kepada khalayak, maka informasi-informasi tersebut dapat dikatakan berita yang terkait dengan segala aspek kehidupan.

B.     Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah yang kami rumuskan disini adalah sbb :
1.      Bagaimana pengertian jurnalistik dan terapannya dalam kehidupan?
2.      Bagaimana pengertian berita dalam konstruksi realitas sosial dan ruang lingkupnya ?
C.     Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah sbb :
1.      Sebagai refrensi bagi mahasiswa-mahasiswi di mata kuliah sosiologi komunikasi
2.      Untuk mengetahui dan memehami pengertian dari jurnalistik dan terapannya dalam kehidupan
3.      Untuk mengetahui dan memahami pengertian dari berita dalam konstruksi realitas sosial dan ruang lingkupnya


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian jurnalistik dan terapannya dalam kehidupan
Jurnalistik adalah kegiatan pengumpulan berita yang kemudian diproses sampai selesai kemudian diberikan pada khalayak luas.
Secara sederhana, jurnalistik diartikan sebagai kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan atau pelaporan setiap hari. Dengan demikian, jurnalistik bukanlah pers, bukan pula media massa. Jurnalistik adalah kegiatan yang memungkinkan pers atau media massa bekerja dan diakui eksistensinya dengan baik.
Definisi dari para ahli, diberikan oleh :
a.       Fraser Bond, jurnalistik adalah segala bentuk yang membuat berita dan ulasan mengenai berita sampai pada kelompok pemerhati.
b.      Roland E. Wolseley, jurnalistik adalah pengumpulan, penulisan, penafsiran, pemrosesan, dan penyebaran informasi umum, pendapat pemerhati, hiburan umum secara sistematik dan dapat dipercaya untuk diterbitkan pada surat kabar, majalah, dan disiarkan di stasiun siaran.
c.       Adinegoro, jurnalistik adalah semacam kepandaian mengarang yang pokoknya memberi perkabaran pada masyarakat dengan selekas-lekasnya agar tersiar seluas-luasnya.
d.      Astrid S. Susanto, jurnalistik adalah kegiatan pencatatan dan atau pelaporan serta penyebaran tentang kejadian sehari-hari.
e.       Onong Uchjana Effendy, jurnalistik secara sederhana dapat didefinisikan sebagai teknik mengelola berita mulai dari mendapatkan bahan sampai kepada menyebarluaskannya kepada masyarakat.
f.       Djen Amar menkankan, jurnalistik adalah kegiatan mengumpulkan, mengolah, dan menyebarkan berita kepada khalayak seluas-luasnya dengan secepat-cepatnya.
g.      Erik Hodgins, menyatakan jurnalistik adalah pengiriman informasi dari sini ke sana dengan benar, seksama dan cepat, dalam rangka membela kebenaran dan keadilan berpikir yang selalu dapat dibuktikan.
h.      Kustadi Suhandang menyebutkan, jurnalistik adalah seni dan atau keterampilan mencari, mengumpulkan, mengolah, menyusun, dan menyajikan berita tentang peristiwa yang terjadi sehari-hari secara indah, dalam rangka memenuhi segala kebutuhan hati nurani khalayaknya.
Secara teknis, jurnalistik adalah kegiatan menyiapkan, mencari, mengumpulkan, mengolah, menyajikan, dan menyebarkan berita melalui media berkala kepada khalayak seluas-luasnya dengan secepat-cepatnya. Jurnalistik adalah keterampilan dan profesi. Jurnalistik sebagai keterampilan tidak hanya mengharuskan pengetahuan yang cukup untuk memahaminya, tetapi juga harus dilatih dan digeluti layaknya para wartawan bekerja. Sikap untuk selalu mempertanyakan, piawai dalam wawancara, taktis dalam melakukan liputan, dan mampu menulis berita menjadi bukti jurnalistik sebagai keterampilan. Sungguh jurnalistik butuh keterampilan. Belajar jurnalistik tak hanya kompleks, tapi butuh latihan agar menjadi terampil. Terampil dalam jurnalistik pun tidak harus menjadikan seseorang berkecimpung dan terjun ke dunia jurnalistik. Terampil wawancara dapat menjadikan kita sebagai pembicara yang ulung. Terampil menulis dapat menjadikan kita sebagai penulis yang produktif dan mendapatkan income. Itulah makna jurnalistik sebagai keterampilan.

Di sisi lain, jurnalistik juga menjadi profesi. Industri jurnalistik menjanjikan lapangan kerja dan pilihan profesi. Wartawan merupakan profesi, desainer juga profesi, dan bahkan agen media cetak maupun iklan pun suatu pilihan profesi. Kini, profesi wartawan dikenal masyarakat sebagai profesi yang berkelas karena mampu menimbulkan keseganan di mata masyarakat. Setidaknya puluhan ribu orang saat ini secara langsung menekuni profesi di bidang jurnalistik. Apalagi yang tidak langsung, seperti mereka yang bekerja di periklanan, penerbitan, inhouse megazines. Bekerja di industri jurnalistik mulai dapat diandalkan untuk hisup. Tidak sedikit wartawan profesional yang mampu mencapai karier dan penghasilan di atas rata-rata.Bahkan maraknya media massa telah menimbulkan angin bajak-membajak wartawan di antara media yang satu dengan yang lainnya. Lihat saja perpindahan wartawan senior A dari satu media cetak ke media cetak lain atau wartawan TV A pindah ke TV B. Kondisi ini mempertegas bahwa jurnalistik adalah suatu pilihan profesi bagi siapapun yang berminat.
Apapun pilihannya, ingin terampil di jurnalistik maupun memiliki profesi bidang jurnalistik sama baiknya. Karena keterampilan atau profesi di bidang jurnalistik bersifat produktif. Produktif dalam berpikir, produktif dalam menulis, bahkan produktif dalam meraih penghasilan. Namun patut diketahui, jurnalistik sebagai keterampilan maupun profesi bukanlah aktivitas yang bersifat instan atau langsung jadi. Tugas jurnalistik sangat berat dan menantang. Untuk dapat terampil dan menekuni profesi jurnalistik membutuhkan proses belajar dan latihan yang memadai. Keterampilan dan profesi jurnalistik diperoleh dari proses yang berkelanjutan, yang dibekali pengetahuan cukup dan praktik yang mahir. Lalu, bagaimana kita mengambil posisi di tengah perkembangan jurnalistik yang ada sekarang ? Setidaknya ada tiga argumen yang patut dikemukakan untuk mengambil posisi di industri jurnalistik era milenium global saat ini, yaitu:
1. Jurnalistik harus dipandang sebagai suatu keterampilan yang perlu dikuasai sebagai alternatif profesi atau pilihan kerja. Jika tidak pun, keterampilan jurnalistik tetap bersifat produktif sehingga dapat dimanfaatkan dalam bidang kerja lainnya sebagai nilai tambah.
2. Jurnalistik telah berkembang pesat dan menjadi industri atau bisnis-komersial. Kita perlu ikut ambil bagian dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas jurnalistik yang ada dan terus berlangsung. Euforia dan kebebasan jurnalistik yang sudah ada sekarang perlu dikawal secara lebih bertanggung jawab.
3. Jurnalistik hadir tidak untuk menyesatkan, melainkan untuk memberdayakan masyarakat dan karenanya setiap kita perlu menjadi subjek yang terlibat aktif dalam mengamati perkembangan industri jurnalistik, termasuk menjadi pengguna produk jurnalistik yang cerdas dalam mencerna informasi.
Peran penting jurnalistik tidak terbantahkan. Jika kita tengok ke belakang, banyak peristiwa revolusi dan reformasi suatu bangsa di belahan dunia yang diawali dari pena wartawan, dari karya jurnalistik. Kemajuan peradaban manusia dan bangsa seringkali bertumpu pada peran dan fungsi jurnalistik yang berlangsung di mata masyarakat. Jurnalistik merupakan karya besar yang dapat mengubah nasib suatu bangsa. Bahkan jurnalistik dapat mengubah orang biasa menjadi orang tenar, dan sebaliknya orang tenar bisa menjadi orang biasa akibat karya jurnalistik.
Napoleon Bonaparte, seorang Revolusioner Perancis bilang Saya lebih cemas dimusuhi empat buah koran (wartawan) daripada seribu bayonet. Atau Thomas Jefferson, Pencipta Declaration of Independent Amerika Serikat menyatakan Saya lebih suka di satu daerah yang mempunyai surat kabar dan tanpa pemerintah, daripada berada di daerah yang punya pemerintah tetapi tanpa surat kabar. Sungguh, betapa pentingnya jurnalistik? Di masa datang, banyak potensi dan peluang yang terbuka dalam industri jurnalistik, di samping tantangan dan ancaman yang besar pula. Untuk itu, aktivitas jurnalistik harus didukung oleh pengetahuan teoretik yang tepat, di samping kemampuan praktikal di lapangan yang mumpuni. Teori dan praktik jurnalistik memerlukan kesetaraan sehingga pembelajaran jurnalistik tidak jauh panggang dari api. Itulah yang dinamakan jurnalistik terapan. Karena itu, orientasi pembelajaran jurnalistik harus lebih diarahkan pada upaya untuk menyelaraskan konsep teoretik dengan praktik yang ada di lapangan. Teori jurnalistik harus sesaui dengan fakta dan perilaku jurnalis di lapangan. Sebaliknya, praktik jurnalistik yang terjadi di lapangan harus relevan dengan teori yang ada agar tidak melanggar kode etik jurnalistik.
Pekerjaan jurnalistik yang penuh tantangan dan bahkan mengandung risiko tidak dapat dilakukan tanpa dasar keilmuan. Sekalipun praktik di lapangan dapat menjadikan kita lebih antisipatif dalam menjalankan tugas-tugas jurnalistik, namun dukungan aspek teori tetap diperlukan. Dikotomi antara teori dan praktik jurnalistik tidak menjadi penting untuk diperdebatkan. Namun yang lebih penting adalah mencari titik temu antara teori-teori yang terus berkembang dengan praktik jurnalistik yang semakin kompleks di era milenium global sekarang ini. Kecepatan dinamika masyarakat yang menuntut kecepatan praktik jurnalistik harus tetap dapat diselaraskan dengan aspek teori-teori yang membekali praktik jurnalistik. Harmoni antara teori dan praktik jurnalistik inilah yang disebut sebagai Jurnalistik Terapan. Bukan jurnalisme, bukan juga jurnalistik biasa.. tapi Jurnalistik Terapan, pertemuan teori dan praktik jurnalistik yang sinergis sehingga mampu menjadikan dunia jurnalistik makin berkualitas. Saatnya belajar dan berproses melalui Jurnalistik Terapan untuk meraih keterampilan dan profesi yang kita inginkan.



B.     Pengertian berita dalam konstruksi realitas sosial dan ruang lingkupnya
Ahli sosiologi Gaye touchman, dalam bukunya making news ( 1978 ), menyatakan bahwa berita merupakan konstruksi realitas social. Buku tersebut didasarkan pada serangkaian observasi partisipatoris diruang berita dan wawancra pegawai pemberitaan selama sepuluh tahun. Tindakan membuat berita kata touchman adalah tindakan tindakan mengkonstruksi berita itu sendiri. Ia menekankan bahwa berita adalah sekutu bagi lembaga-lembaga yang berlegitimasi dan bahwa berita juga melegitimasi status quo. Touchman mengaitkan profesionalisme berita dan organisasi berita dengan kemunculan kapitalisme korporat. Menurutnya, berita adalah sumber daya social yang konstruksinya membatasi pemahaman analisis tentang kehidupan kontemporer.    ( Werner J. Severin-James W. Tankard. Jr, Teori Komunikasi-sejarah, metode, dan terapan di dalam media massa, Kencana, Jakarta, 2009, hlm 400-401 ).
·         Objek Berita
Karena berita adalah laporan fakta yang ditulis oleh seorang jurnalis, maka objek beritanya adalah fakta. Dan fakta dalam jurnalsitik dikenal dalam beberapa kriteria, yaitu:
1.      Peristiwa, adalah suatu kejadian yang baru terjadi, artinya kejadian itu hanya sekali terjadi.
2.      Kasus, adalah merupakan kejadian yang tidak selesai setelah peristiwa terjadi. Maksudnya kejadian tersebut meninggalkan kejadian selanjutnya, peristiwa melahirkan peristiwa berikatnya. Maka kejadian demi kejadian tersebut disebut dengan kasus.
3.      Fenomena, adalah merupakan suatu kasus yang ternyata tidak terjadi hanya pada batas teritorial tertentu, artinya kasus tersebut sudah mewabah, terjadi dimana-mana.

·         Nilai-nilai Berita (News Value)
Secara umum nilai berita ditentukan oleh 10 komponen. Semakin banyak komponen tersebut dalam berita maka semakin besar nilai khalayak pembaca terhadap berita tersebut, secara lebih rinci dapat diringkaskan sebagai berikut:
1.      Kedekatan (Proximity), peristiwa yang memiliki kedekatan dengan khalayak, baik secara geografis maupun psikis.
2.      Bencana (Emergency), tiap manusia membutuhkan rasa aman. Dan setiap rasa aman akan menggugah perhatian setiap orang.
3.      Konflik (Conflict), ancaman terhadap rasa aman yang ditimbulkan manusia. Konflik antar individu, kelompok maupun Negara tetap akan mengugah perhatian setiap orang.
4.      Kemashuran (Prominence), biasanya rasa ingin tahu terhadap seseorang yang menjadi Public figure cukup besar.
5.      Dampak (Impact), peristiwa yang memiliki dampak langsung dalam kehidupan khalayak/masyarakat.
6.      Unik, manusia cenderung ingin tahu tentang segala hal yang unik, aneh dan lucu. Hal-hal yang belum pernah atau tak bias ditemui dalam kehidupan sehari-hari dan menarik perhatian.
7.      Baru (Actual), suatu peristiwa yang baru terjadi akan memancing minat orang untuk mengetaui.
8.      Kontroversial, suatu peristiwa yang bersifat controversial akan menarik untuk diketahui karena mengandung kejanggalan.
9.      Human Interest, derita cenderung dijahui manusia, dan derita sesame cenderung menarik minat untuk mengetahui. Karena manusia menyukai suguhan informasi yang mengesek sisi kemanusiaan.
10.  Ketegangan (Suspense), sesuatu yang membuat manusia ingin mengetahui apa yang terjadi cenderung menarik minat, karena orang ingin tahu akhir dari peristiwa.
Namun sering kali ditemui dalam beberapa media yang melaporkan peristiwa yang sama. Ini karena perbedaan sudut pandang (angel) yang diambil wartawan dalam menulis berita.
·   Unsur Berita
Diketahui bahwa berita merupakan hasil rekonstruksi dari fakta (peristiwa) oleh wartawan, maka doperlukan perangkat untuk merekonstruksi peristiwa tersebut. Berangkat dari pemikiran bahwa pada umumnya manusia membutuhkan jawaban atas rasa ingin tahunya dalam enam hal. Maka dari itu materi berita digali melalui enam pokok unsure tersebut; meliputi apa (what), siapa (who), dimana (where), kapan (when), mengapa (why), bagaimana (how). Kemudian dikenal sebagai 5W+1H.
·   Sifat Berita
1.      Mengarahkan (Directive), karena berita ini dapat mempengaruhi khalayak, baik disengaja atau tidak. Maka berita ini sifatnya mengarahkan
2.      Menbangkitkan Perasaan (effectife), melalui berita ini dapat membangkitkan perasaan public
3.      Memberi Informasi (Informatife), berita in harus memberi informasi tentang keadaan yang terjadi sehingga memberi gambaran jelas dan menjadi pengetahuan public.
·   Kaidah-kaidah Penulisan Berita
Dalam penulisan berita, dalam hal ini menkonstruk peristiwa (fakta) tidaklah semena-mena. Penulisan berita didasarkan pada kaidah-kaidah jurnalistik. Kaidah-kaidah tersebut biasa dikenal dengan konsep ABC (Accuracy, Balance, Clarity).
1.            Accuracy (akurasi)
Disebut sebagai pondasi segala macam penulisan bentuk jurnalistik. Apabila penulis ceroboh dalam hal ini, artinya sama dengan melakukan pembodohan dan membohongi khalayak pembaca. Untuk menjaga akurasi dalam penulisan berita, bila perlu perhatikan beberapa hal berikut:
      1. Dapatkan berita yang benar
      2. Lakukan re-cek terhadap data yang diperoleh
      3. Jangan mudah berspekulasi denga isu atau desas-desus
      4. Pastikan semua informasi dan data yang diperoleh dapat dipertanggung jawabkan kewenangan dan keabsahannya.
2.      Balance (Keseimbangan)
Ini juga menjadi kaidah dalam penulisan berita. Sering terjadi sebuah karya jurnalistik terkesan berat sebelah dengan menguntungkan satu pihak tertentu sekaligus merugikan pihak lain. Keseimbangan dimungkinkan dengan mengakomodir kedua golongan (misalnya dalam penulisan berita tentang konflik). Hal demikian dalam jurnalistik disebut dengan “Both Side Covered”.
3.      Clarity (Kejelasan)
Factor kejelasan bisa diukur apakah khalayak mengerti isi dan maksud berita yang disampaikan, bukan jelas dalam konteks teknis, namun lebih condong pada factor topic, alur pemikiran, kejelasan kalimat, kemudian pemahaman bahasa dan pernyaratan penulisan lainnya.

·   Struktur/Susunan Penulisan Berita
               Dalam berita terdapat struktur atau susunan berita juga memiliki bagian-bagian. Maka sebelum mengenal struktur penulisan berita terlebih dulu kita mengenal bagian-bagian berita. Dimana bagian-bagian tersebut dari Kepala Berita atau Judul (Head News). Topi Berita, menunjukan lokasi peristiwa dan identitas media (misalnya, Surabay SP) biasanya digunakan dalam penulisan Straight News, intro diletakkan setelah judul berfungsi sebagai penjelas judul dan gambaran umum isi berita. Tubuh berita (news body), bisa dikatakan sebagai isi berita.
               Adapun strukrur penulisan berita sebagai berikut:
1.      Piramida Terbalik: artinya pokok atau inti berita diletakkan di awal-awal paragraph (1-2 paragraf) dan bukan berarti paragraph selanjtnya tidak penting. Cumin bukan merupakan inti berita. Biasanya ini digunakan dalam penulisan staright news.
2.      Balok tegak: artinya pokok atau inti berita tidak hanya diletakkan di awal paragraph. Terdapat di awal, tengah dan akhir paragraph. Biasanya ini digunakan dalam penulisan depth news (Indepth reporting ataupun investigasi reporting).






BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
      Dari berbagai macam penjelasan dan berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat kami simpulkan bahwa : Jurnalistik adalah kegiatan pengumpulan berita yang kemudian di proses sampai selesai kemudian diberikan pada khalayak luas. Jurnalistik bukanlah pers, bukan pula media massa. Jurnalistik adalah kegiatan yang memungkinkan pers atau media massa bekerja dan diakui eksistensinya dengan baik. Sedangkan berita adalah konstruksi realitas social . Sesuai dengan yang dikatakan oleh ahli sosiologi yang bernama Gaye Touchman, ia mengatakan bahwa sumber daya social yang konstruksinya membatasi pemahaman analitis tentang kehidupan kontemporer, ia mengatakan bahwa melalui prakti-prakti rutinnya dan klaim para professional berita untuk melakukan arbitrase pengetahuan dan menyajikan pemaparan factual, berita melegitimasi status quo.
      Objek berita adalah laporan fakta yang ditulis oleh seorang jurnalis, maka objek beritanya adalah fakta. Nilai-nilai dalam berita harus memiliki kedekatan, kemashuran, dampak, unik, human interest dan ketegangan. Dan adapun sifat-sifat berita yakni mengarahkan, membangkitkan perasaan ( effectife ) public, dan memberi informasi. Ruang lingkup dari berita disini masuk didalamya yakni hakikat berita, sifat-sifat berita, nilai-nilai yang ada dalam sebuah berita serta kaidah-kaidah berita.




DAFTAR PUSTAKA
·         Werner J. Severin, James W. Tankard Jr. Teori komunikasi” Sejarah, Metode, dan Terapan di Dalam Media Massa”. Jakarta. Kencana. 2009
·         Budiman, Kris. 2005. "Dasar-Dasar Jurnalistik: Makalah yang disampaikan dalam Pelatihan Jurnalistik -- Info Jawa 12-15 Desember 2005. Dalam www.infojawa.org.
·         Putra, R. Masri Sareb. 2006. "Teknik Menulis Berita dan Feature". Jakarta: Indeks