BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Seperti yang kita ketahui bahwa dunia politik sering
sekali menjadi bahan pembicaraan dimanapun terutama di media massa. Seolah-olah
segala sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan yakni politik yang menjadi acuan
masyarakat. Dimata masyarakat, politiklah yang selalu disalahkan. Kepemimpinan
seseorang dikuatkan oleh partai politik yakni disini partai politik bias
dikatakan sebagai suatu kelompok yang terorganisasi yang anngota-anggotanya
mempunyai orientasi, nilai, dan cita-cita yang sama. Artinya bahwa partai
politiklah yang menjadi penguat atu senjata dari sebuah kekuasaan seperti yang kita lihat pada
partai PDIP ( partai democrat Indonesia perjuangan ) yang dipimpin oleh Megawati
soekarnoputri pada tahun 1999. Secara umum, tujuan dibentuknya partai politik
adalah untuk memperoleh kekuasaan ( kemampuan seseorang dalam mempengaruhi
orang lain ) dan merebut sebuah kedudukan politik yang biasanya dengan cara
konstitusional untuk melaksanakan kebijakan mereka, menurut pendapat Carl J.
Ffriedrich dalam kutipan mariam budihadjo ( 1998:160 ) mengemukakan bahwa
partai politik adalah “ A political party is a grouping of human beings, stably
organized with the objective of securing or maintaining for its leaders the
control of government with the further objective of giving to members of the
party though such control ideal and material benefits and adventegs”. Yang
artinya bahwa sekelompok manusia yang terorganisasi secara stabil dengan cara
merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintah dari pada pimpinan
partai politiknya dan berdasarkan penguasaan ini memberikan kepada anggota
partainya kemanfaatan yang bersifat ideal maupun material.
Dari pengertian partai politik diatas maka yakni
seseorang yang terorganisasi atau secara berkelompok dalam mempertahankan
pimpinan dalam pemerintahannya. Adapun dalam partai politik membawa kita pada
suatu yang semakin menarik perhatian. Dewasa ini kita berhadapan dengan
beberapa macam partai politik yakni pada komposisi partai pada pasca pemilihan
umum 1999 yakni ditingkat teratas berdiri partai PDIP,GOLKAR, dan PPP yang
berhasil dari zaman orde baru yang sudah bertahun-tahun memastikan dan menjaga
konstituensinya sendiri..
Partai sebagai kekuatan politik adalah suatu gejala
baru bagi semua Negara di dunia ini, dalam arti bahwa pada umumnya tidak setua
umur masyarakat 34 indira samega, TNI di era perubah manusia. Partai-partai
yang terorganisir timbul pada akhir abad ke-18 da 19 di Eropa Barat. Yakni
sebagai salah satu bagian kekuatan politik yang berperan penting dalam suatu
Negara.
Ketika kita berbicara tentang kepartaian yakni bahwa
terdapat sisitem-sistem kepartaian atau terdapat pola-pola pengklasifikasian
system partai tunggal, system dua partai, dan sitem multi partai. Pada pengklasifikasian
system kepartaian ini diklasifikasikan berdasarkan dari waktu Negara tersebut
serta perbedaan ideologi. Pada konteks orde baru ideology ala Alan Ware kurang
relevan karena dengan UU Tahun 1985 ideologi bangsa menjadi satu/lebih dikenal “ asas tunggal pancasila “. Oleh karena itu,
system kepartaian pada masa orde baru tidak dapat dikategorikan pada tiga
system kepartaian diatas sedangkan pada era repormasi, jarak ideologi yang
menjadi tolak ukur system kepartaian yang digunakan. Muncul kembali dengan
adanya dua kutub kekuatan satu sisi dan tiga kutub kekuatan disisi lain pada
partai-partai poliotik 1999. Pada saat itu pluralisme ekstrim kembali menjadi
kecenderungan system kepartaian saat itu. Maksud dari dua kutub kekuatan adalah
ideologi nasionalis dan ideology agama kemudian yang dimaksud tiga kutub
kekuatan ialah nasionalis sekuler, nasionalis radikal, dan islam. Nasionalis
sekuler diwakili PDIP dan GOLKAR sedangkan nasionalis radikal ditunjukkan oleh
perilaku DPR sedangkan islam lkebih banyak melekat pada PPP, PBB, dan PKS. Yang
menarik disini adalah benturan kepentingan dan ideology yang sangat kontras dan
tidak serta merta mengarah pada perilaku melepaskan diri dari bumi pertiwi
melainkan tetap pada komitmen kuat untuk melihat pada integrasi nasional.
Dengan demikian tidak menjadi rumusan baku ketika pluralisme ekstrim memiliki
kecenderungan sentrifugal.
B. Rumusan
masalah
Masalah-masalah
yang kami rumuskan dalam makalah ini adalah:
1.
Apa definisi partai politik ?
2.
Bagaimana asal dan perkembangan partai
politik ?
3.
Apa fungsi partai politik ?
4.
Bagaimana System kepartaian ?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini
adalah :
1. Mengetahui
definisi dari partai politik
2. Mengetahui
asal dan pekkembangan partai politik
3. Memahami
bagaimana bentuk system kepartaian terutama di Indonesia Negara kita ini.
4. Mengetahui
pengklasifikasian dari partai politik
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
partai politik
Pada era globalisasi sekarang ini partai politik
partai politik sering kita dengar dimanapun itu termasuk termasuk di media
massa yakni terutama di televisi, radio, dan sumber informasi lainnya. Dalam
persfektif sosiologi politik, partai politik merupakan kumpulan dari sekelompok
orang dalam masyarakat yang berusaha untuk meraih atau mempertahankan kekuasaan
suatu pemerintahan atau Negara. Artinya bahwa partai politik dalam persfektif
sosiologi politik merupakan kumpilan seseorang atau sekelompok orang dimana
bertujuan untuk mendapatkan kekuasaan atau kedudukan yang dimilikinya pada
waktu itu. Seperti yang dikatakan oleh R.H. Soltau dalam kutipan budihardjo,
1998 : 160 mendefinisikan bahwa partai politik sebagai sekelompok warga Negara
yang sedikit banyak terorganisasikan yang bertindak sebagai kesatuan politik
dan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih bertujuan menguasai pemerintahan
dan melaksanakan kebijaksanaan umum mereka. ( said dan dzulkiah, 2007, hlm 222
).
Partai politik memiliki pembedaan dengan 3 kategori
yakni kelompok penekan ( pressure group ), kelompok kepentingan ( inters group
), dan gerakan ( movement ). Dari 3 kategori tersebut, yang pertama; kelompok
penekan, dimana kelompok ini bertujuan untuk memperjuangkan suatu kepentingan
dan mendapatkan keputusan yang menguntungkan dan menghindari keputusan yang
merugikan. Maksudnya adalah ia tidak berusaha untuk menempatkan wakilnya dalam
DPR melainkan cukup untuk mempengaruhi satu atau beberapa partai didalam atau
instansi pemerintahan yang berwenang. Dari sini sudah jelas sekali bahwa
kelompok kepentingan mempunyai orientasi lebih sempit dari pada partai yang
karena mewakili berbagai golongan lebih banyak yang memperjuangkan kepentimgan
umum.
Dan adapun gerakan politik meruoakan kelompok yang
ingin mengadakan perubahan-parubahan
pada lembaga-lembaga politik selain gerakan politik. Pada dunia ini salah satu
wajah gerakan yang menjadi fenomena atau peristiwa selalu hadir dalam setiap
komunitas masyarakat atau Negara yakni gerakan social. Gerakan ini selalu mengalami
perubahan seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan zaman. Perubahan
tersebut sering terjadi karena masyarakat mengikuti isu-isu social dan
globalisasi yang cenderung berubah-ubah. Perbedaan gerakan social itu terletak
pada cirri-cirinya seperti yang dikemukakan oleh Bottomore ( 1992 ) yakni tidak
memiliki hierarki atau jalur sifat pusat, satu kelompok yang bersimpati
terhadap pandangan social yang sering tampak pada perdebatan politik
sehari-hari, sifat yang kurang terorganisasi sehingga tidak ada keanggotaan
yang tetap, berperan serta dalam kegiatan demonstrasi , bertindak dalam cara
yang lebih menyatu, serta membangun prasyarat terhadap perubahan-perubahan
penguasa dengan mempermasalahkan pendapat yang berbeda dengan mengajukan
alternative. ( said dan dzukiah, 2007, hlm : 223-224 ).
B. Asal
dan perkembangan partai politik
Ketika kita berbicara tentang asal dari partai
politik berarti kita kita berbicara tentang bagaimana partai politik muncul
untuk pertama kalinya. Pada kemunculan partai politik ada dua pendekatan yakni
pendekatan teoritis dan pendekatan faktual. Dalam pendekatan teoritis ada tiga
yang mencoba menjelaskan yakni, yang pertama; teori kelembagaan, teori ini
menjelaskan bahwa parpol dibentuk oleh kalangan legislative dan ekskutif.
Karena adanya kebutuhan anggota parlemen untuk melangsungkan atau mengadakan
komunikasi dengan masyarakat dan membina dukungan dari mereka. Kedua; teori
situasi historis, dimana dijelaskan bahwa munculnya parpol sebagai kebutuhan
sistem politik yakni untuk mengatasi krisis sebagai akibat dari perubahan.
Ketiga; teori pembangunan yakni menjelaskan bahwa parpol muncul karena
kebutuhan dari akses modernisasi sosial ekonomi seperti pembangunan teknologi
komunikasi, perluasan dan peningkatan pendidikan dsb. Dari 3 pendekatan diatas
itu adalah menurut bottomore ( 1992 ).
Selanjutnya dalam pendekatan faktual,asal mula dari
parpol dapat dijelaskan dalam fase atau tahapan perkembangannya. Seperti yang
dikatakan atau dikemukakan oleh P. Huntington oleh kutipan bambang cipto,
1996:4. Manjelaskan bahwa parpol memiliki fase-fase perkembangan yang
menentukan. Artinya disini bahwa, ia menggolongkan atau mengklasifikasikan
pertumbuhan serta perkembangan partai dalam 4 tahap yakni yang pertama; tahap
faksional. Pada tahap faksional ini memiliki karakteristik diantaranya maraknya
pasangan politik yang memperebutkan kekuasaan serta pengaruh, masyarakat
kurangnya mengenal tuntutan organisasi politik modernyang melibatkan isu-isu
stabilitas serta penataan kehidupan politik, pada tingkat rendahnya partisipasi
dan pelembagaan politik masyarakat baru mengenal partai sebagai suatu invensi
kultural baru. Kedua; tahap polarisasi. Pada tahap polarisasi ini dijelaskan
bahwa proses masyarakat tinggal landas yang berusaha keluar dari politik
tradisional karena melindungi faksi yang saling menyaingi secara personal.
Karakteristik dari tahap polarisasi yang sangat menonjol adalah masyarakat yang
terpola secara dinamis mempelebar basis sosial masing-masing kelompok yang
berakibat memperkuat posisi masing-masing. Ketiga; tahap ekspansi, tahap ini
tingkat partisipasi politik masyarakat meluap dan memerlukan kontribusi partai
sebagai aggregator kepentingan umum. Keempat; tahap pelembagaan, pada tahap
pelembagaan ini sistem partai lebih mencapai tahap mapan atau dengan kata lain
tahap akhir dari pertumbuhan parpol. Karakteristik dan tahap ini yakni
terbentuknya sistem dua partai, multi partai dsb. Partai politik telah memiliki
fuingsi yang jelas dan tegas dalam sistem ketatanegaraan serta relatif banyak
tidak mengalami perubahan. ( said dan dzulkiah, 2007, hlm 226 ).
C. Fungsi
partai politik
Jika kita berbicara mengenai fungsi dari parpol,
maka yang ada dibenak kita adalah untuk apa atau kegunaan dari parpol itu
dibentuk? Parpol mempunyai fungsi yang beragam. Adapun fungsi dari parpol
secara umum adalah mencari dan mempertahankan kekuasaan guna untuk
mewujudkan/tercapainya program-program yang telah disusun berdasarkan ideology
tertentu. Mengenai beragamnya fungsi parpol Miriam Budihardjo ( 1998 : 163 )
mengatakan bahwa ada perbedaan fungsi parpol dalam Negara demokrasi dan Negara
berkembang. Yakni yang pertama fungsi parpol pada Negara demokrasi adalah
sebagai sarana komunikasi politik, partai sebagai sarana/tempat diadakannya
sosialisasi politik, sebagai sarana rekruitmen politik dan yang terakhir adalah
sebagai pengatur konflik. Dan adapun parpol untuk Negara berkembang memiliki
tiga fungsi yakni : parpol sebagai dukungan basis masa yang stabil, saeana
integrasi dan mobilisasi, memelihara berlangsungnya kelompok politik.
Dari keempat fungsi parpol diatas, fungsi
retruitment mempunyai hubungan dengan parpol yakni bagaimana parpol menjaring
seseorang atau sekelompok orang baik itu dari in group maupun out group menjadi
pimpinan partai ( presiden/wakil
presiden ). Berkenaan dengan fungsi ini, menurut Miriam budihardjo bahwa parpol
berfungsi untuk mencari dan mengajak orang yang ahli atau berbakat untuk turut
aktif dalam kegiatan politik sebagai kader politik/anggota partai. Pencarian
kader baru yang berbakat atau ahli bertujuan untuk dipersiapkan untuk mengganti
pimpinan lama pada masa mendatang.
D. Sistem
kepartaian
Bila dilihat dari sudut jarak ideologi bahwa sistem
kepartaian digolongkan atas dasar jumlah kutub ( polar ), jarak diantara
kutub-kutub itu ( polaritas ) dan arah perilaku politiknya, Pernyataan tersebut
menurut Alan ware. Berkaitan dengan Alan ware sartori mengklasifikasikan sistem
kepartaian menjadi 3 yakni: yang pertama; sistem pluralisme yang sederhana yang
mempunyai dua kutub ( bipolar ) yang arah politiknya mengarah pada
sentripental. Kedua; sistem pluralism yang moderat memiliki dua kutub ( bipolar
) dengan polaritas kecil dan arah politik partai sama dengan arah
pengklasifikasian sistem kepartaian diatas. Ketiga; sistem pluralisme ekstrem
yang memiliki banyak kutub ( multipolar ) dengan polaritas besar dan arah
perilaku politik sentrifugal.
Jika kita berbicara tentang perilaku politik maka
otomatis kita berbicara tingkah laku politik pada masa itu. Pada sistem
totaliter tanpa pluralisme politik, yakni pemilu tidak mempunyai pengaruh
terhadap komposisi pemerintahan. Prinsip politik kepemimpinan partai serta
legitimasi pemerintahan berdasarkan pada ideology partai yang berkuasa pada
waktu itu. Karena itu, pemilu berlangsung pada jarak waktu yang tidak tetap,
misalnya di korea utara. Dalam hal ini pemilu hanya bertujuan pada memobilisasikan
seluruh kekuasaan sosial dibawah supremasi partai komunis dalam rangka
menegaskan dan mengkonsolidasikan persatuan rakyat serta untuk menunjukkan
identitas para pekerja dan partai mereka. Jadi, pemilu tidak mwmpunyai pengaruh
terhadap pemerinthan seseorang yakni seperti yang dicontohkan diatas. (
Friedrich Ebert Stiftung, 2003, hlm : 8 ).
Parpol di Indonesia senantiasa berpijak pada 5
aliran besar, lima aliran besar itu meliputi nasionalisme radikal, tradisionalisme
jawa, islam, sosialis democrat dan komunisme ( Herbert feith dan lance castles,
1998 : i - iii ). Kelima aliran ideologi tersebut pada pemilu 1955 cenderung
mewarnai empat partai besar pemenang pemilu yakni PNI, MASYUMI, NU dan PKI.
Terjadi perdebatan panjang dalam rapat konstituante yang berisikan apakah
bersifat sekuler dan islam. Maurice duveoge dalam bukunya yang terkenal yaitu
political parties, menjelaskan bahwa klasifikasi sistem parpol yaitu sistem
partai tunggal ( single party system ), sistem dwi partai ( two party system ),
dan sistem multi partai ( multi party system ). Yang pertama sistem partai
tunggal, suasana kepartaian dinamakan nonkompetitif oleh kare na partai-partai
yang harus menerima pemimpin dari partai yang dominan dan tidak dibenarkan
bersaing secara merdeka melawan partai itu. Kecendrungan untuk pola sistem
partai tunggal disebabkan karena Negara-negara baru pimpinan sering dihadapkan
dengan masalah bagaimana mengintegrasikan atau menyatukan berbagai golongan,
daerah dan suku yang berbeda corak sosial dan pandangan hidupnya. Negara-negara
yang berhasil untuk meniadakan partai-partai lain adalah uni soviet. Partai
komunis uni soviet bekerja dalam suasana yang nonkompetitif, artinya bahwa
tidak ada partai lain yang boleh bersaing atau tunggal serta organisasi yang
bernaung dibawahnya berfungsi sebagai pembimbing dan penggerak masyarakat dan
menekan perpaduan dari kepentingan partai dengan kepentingan rakyat secara
menyeluruh. Kedua; sistem dua partai, dalam persfektif kepustakaan ilmu
politik, pengertian sistem dua partai biasanya diartikan adanya beberapa partai
atau adanya beberapa partai tetapi dengan peranan dominan dari dua partai.
Sedikit Negara yang pada dewasa ini memiliki sedikit cirri-ciri sistem dan dua partai kecuali inggris, AS, dan
Filipina sehingga Maurice duverger mengatakan bahwa sistem ini adalah khas
Anglo saxon. Dalam sistem ini partai-partai dengan jelas dibagi dalam partai
yang berkuasa dan partai oposisi. Pada umumnya sistem dua partai diperkuat
dengan digunakannya sistem pemilihan single-member constituency ( sistem
distrik ) artinya bahwa dimana dalam setiap daerah pemilihannya hanya dapat
dipilih satu wakil saja. Sistem pemilihan ini mempunyai kecenderungan untuk
menghambat pertumbuhanb dan perkembangan partai kecil sehingga dengan demikian
memperkokoh sistem dua partai. Ketiga; sistem banyak partai, sistem ini pada
umumnya dianggap bahwa keanekaragaman dalam komposisi masyarakat menjurus ke
perkembangannya sistem multi partai. Dimana perbedaan ras, agama atau suku
bangsa adalah kuat, golongan-golongan masyarakat cenderung untuk menyalurkan
ikatan-ikatan terbatas ( primordial ) tadi dalam satu wadah saja. Dianngap
bahwa pola atau sistem multi partai lebih mencerminkan keanekaragaman budaya
dan politik dari pada pola dua partai. Sistem banyak partai ditemukan di
Indonesia, Malaysia, negeri belanda, prancis, swedia dsb. Sistem kepartaian ini
diperkuat oleh sistem pemilihan perwakilan berimbang ( proportional
representation ) yang memberi kesempatan luas bagi pertumbuhan partai-partai
dan golongan-golongan kecil. Melalui sistem perwakilan berimbang partai-partai
kecildapat menarik keuntungan dari ketentuan bahwa dari kelebihan suara yang
diperolehnya disuatu daerah pemilihan dapat ditarik ke daerah lain untuk
menggenapkan jumlah suara yang di perlukan guna menegakkan satu kursi. ( mahrup
M.pd, kapita selecta sejarah Indonesia, period 1945-1998, 2011, hlm 121-122 ).
Sistem kepartaian mendukung terbentuknya sistem
pemerintahan yang kuat, efektif dan produktif. Koherensi diantara sistem
kepartaian, sistem pemilu, sistem perwakilan dan sustem pemerintahan yang
semestinya terwujud dalam kehidupan politik suatu nagara. Sejak reformasi 1998,
realitas sistem kepartaian inmdonesia telah menunjukkan terbentuknya sistem
multi partai dengan tingkat fragmentasi yang cukup tinngi. Dari hal tersebut
menunjukkan gejala yang positif. Namun pada sisi lain sistem multi partai
apalagi dengan tingkat pragmentasi dan polarisasi tinggi, bahwa menurut para
ahli bukan kombinasi yang baik untuk sistem pemerintahan presidensial seperti
yang berlaku di Indonesia sekarang ini. Budiman sudjatmiko, anggota komisi II
DPR, berpendapat atau berpandangan bahwa dinamika multi partai dalam sistem
presidensial memunculkan dualisme sistem politik dan sistem demokrasi. Menurut
dualisme sistem pemerintahan itu dipengaruhi oleh warisan politik masa lalu
terutama pengalaman saat bangsa ini menggunakan sistem parlementer dan
menurutnya sistem presidensial yang kita anut masih berwatak parlementer.
Berkaitan dengan tradisi politik Indonesia yang
menganut tradisi Eropa continental. Namun demikian gaya politiknya meniru gaya
AS yang penuh dengan politik serba kuantitatif, seperti pencitraan, adanya
konsultan politik yang adhoc, survey, polling dsb. Maka, budiman menyoroti
fenomena atau peristiwa Amerika Latin yang keadaan politiknya mirip dengan
Indonesia. Sistem kepartaian yanmg dianutnya adalah sistem multi partai. Sistem
pemerintahannyapun juga kebanyakan presidensial. Akan tetapi ada yang berbeda
antara disana dengan Indonesia, kalau disana sistem presidensial bisa kuat
dengan tetap menggunakan sistem kepartaian yangmulti. Ini bisa terjadi karena
secara sosiologi politik, masyarakat politik di Amerika Latin adalah homogen.
Homogenitas atau persamaan ini kenudian menjadikan sistem multi partai yang ada
menjadi sederhana. (Willy Aditya, Dilema multi partai dalam presidensialisme,
2010, hlm 8-9 ).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari berbagai pembahasan diatas,
maka dapat kita simpulkan bahwa:
Partai politik merupakan sekumpulan dari sekelompok
orang pada suatu Negara atau wilayah yang anggota-anggotanya memiliki
orientasi, nilai dan cita-cita yang sama untuk terwujudnya visi yang telah
dibuat dengan sebagai tolak ukur dalam mempertahankan pimpinan partai
politiknya atau dengan kata lain bagaimana anggota dari partai tersebut
mempertahankan kekuasaan kedudukannya dan serta merebut kekuasaan.
Fungsi partai politik adalah untuk mencari dan
mempertahankan kekuasaan guna mewujudkan program-program yang sudah disusun dan
kami sependapat dengan pendapatnya Miriam budihardjo yang mengatakan bahwa
fungsi parpol dalam Negara yang demokrasi yaitu sebagai sarana komunikasi
politik, sebagai sarana sosialisasi politik dan yang terakhir sebagai sarana
recruitment politik parpol serta mencari orang yang berbakat untuk turut aktif
dalam kegiatan politik.
Asal dan perkembangan parpol dipandang dua
pendekatan yang pertama; pendekatan teoritis yaitu meliputi teori kelembagaan,
situasi historis dan pembangunan. Kedua; pemdekatan faktual yakni dijelaskan
dalam tahap perkembangannya yang meliputi tahap faksionalisasi,
polarisasi,tahap ekspansi dan tahap pelembagaan.
Sistem kepartaian tergolong menjadi tiga
penggolongan yakni sitem partai tunggal ( single party system ), sistem dwi
partai ( two party system ), dan sistem multi partai ( multi party system ).
B. Saran
Jadilah warga Negara yang baik dan belajarlah untuk
jujur dari hal yag terkecil karena kita belajar dari suatu hal yang paling
terkecil sehingga disana terjadi pembiasaan pada diri kita masing-masing serta
adil dan professional dalam bertindak dan membuat keputusan. Belajar memimpin
diri sendiri, baru memimpin orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
·
Gatara, said AA, M.Si dan Said Dzulkiah
M.Si. Sosiologi Politik, konsep dan dinamika perkembangan kajian.
Bandung : Pustaka Setia. 2007
·
Mahrup M.Pd. Kapita Selecta Sejarah
Indonesia, periode ( 1945-1998 ). Selong. 2011
·
Aditya Willy. Analisis politik
bulanan,memajukan demokrasi membangun republik, dilema multi partai dalam
presidensialisme. Refrensi. 2010
·
Tim litbang kompas. Partai-partai
politik Indonesia, ideologi dan program. Jakarta : kompas. 2004
·
Ebert Stiftung Ffriedrich. Politik
Pemiludi Asia Tenggara dan Asia Timur. Jakarta : Pensil-324. 2003