Sabtu, 10 Mei 2014

Partai Politik



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Seperti yang kita ketahui bahwa dunia politik sering sekali menjadi bahan pembicaraan dimanapun terutama di media massa. Seolah-olah segala sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan yakni politik yang menjadi acuan masyarakat. Dimata masyarakat, politiklah yang selalu disalahkan. Kepemimpinan seseorang dikuatkan oleh partai politik yakni disini partai politik bias dikatakan sebagai suatu kelompok yang terorganisasi yang anngota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai, dan cita-cita yang sama. Artinya bahwa partai politiklah yang menjadi penguat atu senjata dari  sebuah kekuasaan seperti yang kita lihat pada partai PDIP ( partai democrat Indonesia perjuangan ) yang dipimpin oleh Megawati soekarnoputri pada tahun 1999. Secara umum, tujuan dibentuknya partai politik adalah untuk memperoleh kekuasaan ( kemampuan seseorang dalam mempengaruhi orang lain ) dan merebut sebuah kedudukan politik yang biasanya dengan cara konstitusional untuk melaksanakan kebijakan mereka, menurut pendapat Carl J. Ffriedrich dalam kutipan mariam budihadjo ( 1998:160 ) mengemukakan bahwa partai politik adalah “ A political party is a grouping of human beings, stably organized with the objective of securing or maintaining for its leaders the control of government with the further objective of giving to members of the party though such control ideal and material benefits and adventegs”. Yang artinya bahwa sekelompok manusia yang terorganisasi secara stabil dengan cara merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintah dari pada pimpinan partai politiknya dan berdasarkan penguasaan ini memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat ideal maupun material.
Dari pengertian partai politik diatas maka yakni seseorang yang terorganisasi atau secara berkelompok dalam mempertahankan pimpinan dalam pemerintahannya. Adapun dalam partai politik membawa kita pada suatu yang semakin menarik perhatian. Dewasa ini kita berhadapan dengan beberapa macam partai politik yakni pada komposisi partai pada pasca pemilihan umum 1999 yakni ditingkat teratas berdiri partai PDIP,GOLKAR, dan PPP yang berhasil dari zaman orde baru yang sudah bertahun-tahun memastikan dan menjaga konstituensinya sendiri..
Partai sebagai kekuatan politik adalah suatu gejala baru bagi semua Negara di dunia ini, dalam arti bahwa pada umumnya tidak setua umur masyarakat 34 indira samega, TNI di era perubah manusia. Partai-partai yang terorganisir timbul pada akhir abad ke-18 da 19 di Eropa Barat. Yakni sebagai salah satu bagian kekuatan politik yang berperan penting dalam suatu Negara.
Ketika kita berbicara tentang kepartaian yakni bahwa terdapat sisitem-sistem kepartaian atau terdapat pola-pola pengklasifikasian system partai tunggal, system dua partai, dan sitem multi partai. Pada pengklasifikasian system kepartaian ini diklasifikasikan berdasarkan dari waktu Negara tersebut serta perbedaan ideologi. Pada konteks orde baru ideology ala Alan Ware kurang relevan karena dengan UU Tahun 1985 ideologi bangsa menjadi satu/lebih dikenal  “ asas tunggal pancasila “. Oleh karena itu, system kepartaian pada masa orde baru tidak dapat dikategorikan pada tiga system kepartaian diatas sedangkan pada era repormasi, jarak ideologi yang menjadi tolak ukur system kepartaian yang digunakan. Muncul kembali dengan adanya dua kutub kekuatan satu sisi dan tiga kutub kekuatan disisi lain pada partai-partai poliotik 1999. Pada saat itu pluralisme ekstrim kembali menjadi kecenderungan system kepartaian saat itu. Maksud dari dua kutub kekuatan adalah ideologi nasionalis dan ideology agama kemudian yang dimaksud tiga kutub kekuatan ialah nasionalis sekuler, nasionalis radikal, dan islam. Nasionalis sekuler diwakili PDIP dan GOLKAR sedangkan nasionalis radikal ditunjukkan oleh perilaku DPR sedangkan islam lkebih banyak melekat pada PPP, PBB, dan PKS. Yang menarik disini adalah benturan kepentingan dan ideology yang sangat kontras dan tidak serta merta mengarah pada perilaku melepaskan diri dari bumi pertiwi melainkan tetap pada komitmen kuat untuk melihat pada integrasi nasional. Dengan demikian tidak menjadi rumusan baku ketika pluralisme ekstrim memiliki kecenderungan sentrifugal.



B.     Rumusan masalah
Masalah-masalah yang kami rumuskan dalam makalah ini adalah:
1.      Apa definisi partai politik ?
2.      Bagaimana asal dan perkembangan partai politik ?
3.      Apa fungsi partai politik ?
4.      Bagaimana System kepartaian ?

C.     Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah :
1.      Mengetahui definisi dari partai politik
2.      Mengetahui asal dan pekkembangan partai politik
3.      Memahami bagaimana bentuk system kepartaian terutama di Indonesia Negara kita ini.
4.      Mengetahui pengklasifikasian dari partai politik




  
  



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi partai politik
Pada era globalisasi sekarang ini partai politik partai politik sering kita dengar dimanapun itu termasuk termasuk di media massa yakni terutama di televisi, radio, dan sumber informasi lainnya. Dalam persfektif sosiologi politik, partai politik merupakan kumpulan dari sekelompok orang dalam masyarakat yang berusaha untuk meraih atau mempertahankan kekuasaan suatu pemerintahan atau Negara. Artinya bahwa partai politik dalam persfektif sosiologi politik merupakan kumpilan seseorang atau sekelompok orang dimana bertujuan untuk mendapatkan kekuasaan atau kedudukan yang dimilikinya pada waktu itu. Seperti yang dikatakan oleh R.H. Soltau dalam kutipan budihardjo, 1998 : 160 mendefinisikan bahwa partai politik sebagai sekelompok warga Negara yang sedikit banyak terorganisasikan yang bertindak sebagai kesatuan politik dan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih bertujuan menguasai pemerintahan dan melaksanakan kebijaksanaan umum mereka. ( said dan dzulkiah, 2007, hlm 222 ).
Partai politik memiliki pembedaan dengan 3 kategori yakni kelompok penekan ( pressure group ), kelompok kepentingan ( inters group ), dan gerakan ( movement ). Dari 3 kategori tersebut, yang pertama; kelompok penekan, dimana kelompok ini bertujuan untuk memperjuangkan suatu kepentingan dan mendapatkan keputusan yang menguntungkan dan menghindari keputusan yang merugikan. Maksudnya adalah ia tidak berusaha untuk menempatkan wakilnya dalam DPR melainkan cukup untuk mempengaruhi satu atau beberapa partai didalam atau instansi pemerintahan yang berwenang. Dari sini sudah jelas sekali bahwa kelompok kepentingan mempunyai orientasi lebih sempit dari pada partai yang karena mewakili berbagai golongan lebih banyak yang memperjuangkan kepentimgan umum.
Dan adapun gerakan politik meruoakan kelompok yang ingin mengadakan  perubahan-parubahan pada lembaga-lembaga politik selain gerakan politik. Pada dunia ini salah satu wajah gerakan yang menjadi fenomena atau peristiwa selalu hadir dalam setiap komunitas masyarakat atau Negara yakni gerakan social. Gerakan ini selalu mengalami perubahan seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan zaman. Perubahan tersebut sering terjadi karena masyarakat mengikuti isu-isu social dan globalisasi yang cenderung berubah-ubah. Perbedaan gerakan social itu terletak pada cirri-cirinya seperti yang dikemukakan oleh Bottomore ( 1992 ) yakni tidak memiliki hierarki atau jalur sifat pusat, satu kelompok yang bersimpati terhadap pandangan social yang sering tampak pada perdebatan politik sehari-hari, sifat yang kurang terorganisasi sehingga tidak ada keanggotaan yang tetap, berperan serta dalam kegiatan demonstrasi , bertindak dalam cara yang lebih menyatu, serta membangun prasyarat terhadap perubahan-perubahan penguasa dengan mempermasalahkan pendapat yang berbeda dengan mengajukan alternative. ( said dan dzukiah, 2007, hlm : 223-224 ).

B.     Asal dan perkembangan partai politik
Ketika kita berbicara tentang asal dari partai politik berarti kita kita berbicara tentang bagaimana partai politik muncul untuk pertama kalinya. Pada kemunculan partai politik ada dua pendekatan yakni pendekatan teoritis dan pendekatan faktual. Dalam pendekatan teoritis ada tiga yang mencoba menjelaskan yakni, yang pertama; teori kelembagaan, teori ini menjelaskan bahwa parpol dibentuk oleh kalangan legislative dan ekskutif. Karena adanya kebutuhan anggota parlemen untuk melangsungkan atau mengadakan komunikasi dengan masyarakat dan membina dukungan dari mereka. Kedua; teori situasi historis, dimana dijelaskan bahwa munculnya parpol sebagai kebutuhan sistem politik yakni untuk mengatasi krisis sebagai akibat dari perubahan. Ketiga; teori pembangunan yakni menjelaskan bahwa parpol muncul karena kebutuhan dari akses modernisasi sosial ekonomi seperti pembangunan teknologi komunikasi, perluasan dan peningkatan pendidikan dsb. Dari 3 pendekatan diatas itu adalah menurut bottomore ( 1992 ).
Selanjutnya dalam pendekatan faktual,asal mula dari parpol dapat dijelaskan dalam fase atau tahapan perkembangannya. Seperti yang dikatakan atau dikemukakan oleh P. Huntington oleh kutipan bambang cipto, 1996:4. Manjelaskan bahwa parpol memiliki fase-fase perkembangan yang menentukan. Artinya disini bahwa, ia menggolongkan atau mengklasifikasikan pertumbuhan serta perkembangan partai dalam 4 tahap yakni yang pertama; tahap faksional. Pada tahap faksional ini memiliki karakteristik diantaranya maraknya pasangan politik yang memperebutkan kekuasaan serta pengaruh, masyarakat kurangnya mengenal tuntutan organisasi politik modernyang melibatkan isu-isu stabilitas serta penataan kehidupan politik, pada tingkat rendahnya partisipasi dan pelembagaan politik masyarakat baru mengenal partai sebagai suatu invensi kultural baru. Kedua; tahap polarisasi. Pada tahap polarisasi ini dijelaskan bahwa proses masyarakat tinggal landas yang berusaha keluar dari politik tradisional karena melindungi faksi yang saling menyaingi secara personal. Karakteristik dari tahap polarisasi yang sangat menonjol adalah masyarakat yang terpola secara dinamis mempelebar basis sosial masing-masing kelompok yang berakibat memperkuat posisi masing-masing. Ketiga; tahap ekspansi, tahap ini tingkat partisipasi politik masyarakat meluap dan memerlukan kontribusi partai sebagai aggregator kepentingan umum. Keempat; tahap pelembagaan, pada tahap pelembagaan ini sistem partai lebih mencapai tahap mapan atau dengan kata lain tahap akhir dari pertumbuhan parpol. Karakteristik dan tahap ini yakni terbentuknya sistem dua partai, multi partai dsb. Partai politik telah memiliki fuingsi yang jelas dan tegas dalam sistem ketatanegaraan serta relatif banyak tidak mengalami perubahan. ( said dan dzulkiah, 2007, hlm 226 ).

C.     Fungsi partai politik
Jika kita berbicara mengenai fungsi dari parpol, maka yang ada dibenak kita adalah untuk apa atau kegunaan dari parpol itu dibentuk? Parpol mempunyai fungsi yang beragam. Adapun fungsi dari parpol secara umum adalah mencari dan mempertahankan kekuasaan guna untuk mewujudkan/tercapainya program-program yang telah disusun berdasarkan ideology tertentu. Mengenai beragamnya fungsi parpol Miriam Budihardjo ( 1998 : 163 ) mengatakan bahwa ada perbedaan fungsi parpol dalam Negara demokrasi dan Negara berkembang. Yakni yang pertama fungsi parpol pada Negara demokrasi adalah sebagai sarana komunikasi politik, partai sebagai sarana/tempat diadakannya sosialisasi politik, sebagai sarana rekruitmen politik dan yang terakhir adalah sebagai pengatur konflik. Dan adapun parpol untuk Negara berkembang memiliki tiga fungsi yakni : parpol sebagai dukungan basis masa yang stabil, saeana integrasi dan mobilisasi, memelihara berlangsungnya kelompok politik.
Dari keempat fungsi parpol diatas, fungsi retruitment mempunyai hubungan dengan parpol yakni bagaimana parpol menjaring seseorang atau sekelompok orang baik itu dari in group maupun out group menjadi  pimpinan partai ( presiden/wakil presiden ). Berkenaan dengan fungsi ini, menurut Miriam budihardjo bahwa parpol berfungsi untuk mencari dan mengajak orang yang ahli atau berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai kader politik/anggota partai. Pencarian kader baru yang berbakat atau ahli bertujuan untuk dipersiapkan untuk mengganti pimpinan lama pada masa mendatang.

D.    Sistem kepartaian
Bila dilihat dari sudut jarak ideologi bahwa sistem kepartaian digolongkan atas dasar jumlah kutub ( polar ), jarak diantara kutub-kutub itu ( polaritas ) dan arah perilaku politiknya, Pernyataan tersebut menurut Alan ware. Berkaitan dengan Alan ware sartori mengklasifikasikan sistem kepartaian menjadi 3 yakni: yang pertama; sistem pluralisme yang sederhana yang mempunyai dua kutub ( bipolar ) yang arah politiknya mengarah pada sentripental. Kedua; sistem pluralism yang moderat memiliki dua kutub ( bipolar ) dengan polaritas kecil dan arah politik partai sama dengan arah pengklasifikasian sistem kepartaian diatas. Ketiga; sistem pluralisme ekstrem yang memiliki banyak kutub ( multipolar ) dengan polaritas besar dan arah perilaku politik sentrifugal.
Jika kita berbicara tentang perilaku politik maka otomatis kita berbicara tingkah laku politik pada masa itu. Pada sistem totaliter tanpa pluralisme politik, yakni pemilu tidak mempunyai pengaruh terhadap komposisi pemerintahan. Prinsip politik kepemimpinan partai serta legitimasi pemerintahan berdasarkan pada ideology partai yang berkuasa pada waktu itu. Karena itu, pemilu berlangsung pada jarak waktu yang tidak tetap, misalnya di korea utara. Dalam hal ini pemilu hanya bertujuan pada memobilisasikan seluruh kekuasaan sosial dibawah supremasi partai komunis dalam rangka menegaskan dan mengkonsolidasikan persatuan rakyat serta untuk menunjukkan identitas para pekerja dan partai mereka. Jadi, pemilu tidak mwmpunyai pengaruh terhadap pemerinthan seseorang yakni seperti yang dicontohkan diatas. ( Friedrich Ebert Stiftung, 2003, hlm : 8 ).
Parpol di Indonesia senantiasa berpijak pada 5 aliran besar, lima aliran besar itu meliputi nasionalisme radikal, tradisionalisme jawa, islam, sosialis democrat dan komunisme ( Herbert feith dan lance castles, 1998 : i - iii ). Kelima aliran ideologi tersebut pada pemilu 1955 cenderung mewarnai empat partai besar pemenang pemilu yakni PNI, MASYUMI, NU dan PKI. Terjadi perdebatan panjang dalam rapat konstituante yang berisikan apakah bersifat sekuler dan islam. Maurice duveoge dalam bukunya yang terkenal yaitu political parties, menjelaskan bahwa klasifikasi sistem parpol yaitu sistem partai tunggal ( single party system ), sistem dwi partai ( two party system ), dan sistem multi partai ( multi party system ). Yang pertama sistem partai tunggal, suasana kepartaian dinamakan nonkompetitif oleh kare na partai-partai yang harus menerima pemimpin dari partai yang dominan dan tidak dibenarkan bersaing secara merdeka melawan partai itu. Kecendrungan untuk pola sistem partai tunggal disebabkan karena Negara-negara baru pimpinan sering dihadapkan dengan masalah bagaimana mengintegrasikan atau menyatukan berbagai golongan, daerah dan suku yang berbeda corak sosial dan pandangan hidupnya. Negara-negara yang berhasil untuk meniadakan partai-partai lain adalah uni soviet. Partai komunis uni soviet bekerja dalam suasana yang nonkompetitif, artinya bahwa tidak ada partai lain yang boleh bersaing atau tunggal serta organisasi yang bernaung dibawahnya berfungsi sebagai pembimbing dan penggerak masyarakat dan menekan perpaduan dari kepentingan partai dengan kepentingan rakyat secara menyeluruh. Kedua; sistem dua partai, dalam persfektif kepustakaan ilmu politik, pengertian sistem dua partai biasanya diartikan adanya beberapa partai atau adanya beberapa partai tetapi dengan peranan dominan dari dua partai. Sedikit Negara yang pada dewasa ini memiliki sedikit cirri-ciri sistem  dan dua partai kecuali inggris, AS, dan Filipina sehingga Maurice duverger mengatakan bahwa sistem ini adalah khas Anglo saxon. Dalam sistem ini partai-partai dengan jelas dibagi dalam partai yang berkuasa dan partai oposisi. Pada umumnya sistem dua partai diperkuat dengan digunakannya sistem pemilihan single-member constituency ( sistem distrik ) artinya bahwa dimana dalam setiap daerah pemilihannya hanya dapat dipilih satu wakil saja. Sistem pemilihan ini mempunyai kecenderungan untuk menghambat pertumbuhanb dan perkembangan partai kecil sehingga dengan demikian memperkokoh sistem dua partai. Ketiga; sistem banyak partai, sistem ini pada umumnya dianggap bahwa keanekaragaman dalam komposisi masyarakat menjurus ke perkembangannya sistem multi partai. Dimana perbedaan ras, agama atau suku bangsa adalah kuat, golongan-golongan masyarakat cenderung untuk menyalurkan ikatan-ikatan terbatas ( primordial ) tadi dalam satu wadah saja. Dianngap bahwa pola atau sistem multi partai lebih mencerminkan keanekaragaman budaya dan politik dari pada pola dua partai. Sistem banyak partai ditemukan di Indonesia, Malaysia, negeri belanda, prancis, swedia dsb. Sistem kepartaian ini diperkuat oleh sistem pemilihan perwakilan berimbang ( proportional representation ) yang memberi kesempatan luas bagi pertumbuhan partai-partai dan golongan-golongan kecil. Melalui sistem perwakilan berimbang partai-partai kecildapat menarik keuntungan dari ketentuan bahwa dari kelebihan suara yang diperolehnya disuatu daerah pemilihan dapat ditarik ke daerah lain untuk menggenapkan jumlah suara yang di perlukan guna menegakkan satu kursi. ( mahrup M.pd, kapita selecta sejarah Indonesia, period 1945-1998, 2011, hlm 121-122 ).
Sistem kepartaian mendukung terbentuknya sistem pemerintahan yang kuat, efektif dan produktif. Koherensi diantara sistem kepartaian, sistem pemilu, sistem perwakilan dan sustem pemerintahan yang semestinya terwujud dalam kehidupan politik suatu nagara. Sejak reformasi 1998, realitas sistem kepartaian inmdonesia telah menunjukkan terbentuknya sistem multi partai dengan tingkat fragmentasi yang cukup tinngi. Dari hal tersebut menunjukkan gejala yang positif. Namun pada sisi lain sistem multi partai apalagi dengan tingkat pragmentasi dan polarisasi tinggi, bahwa menurut para ahli bukan kombinasi yang baik untuk sistem pemerintahan presidensial seperti yang berlaku di Indonesia sekarang ini. Budiman sudjatmiko, anggota komisi II DPR, berpendapat atau berpandangan bahwa dinamika multi partai dalam sistem presidensial memunculkan dualisme sistem politik dan sistem demokrasi. Menurut dualisme sistem pemerintahan itu dipengaruhi oleh warisan politik masa lalu terutama pengalaman saat bangsa ini menggunakan sistem parlementer dan menurutnya sistem presidensial yang kita anut masih berwatak parlementer.
Berkaitan dengan tradisi politik Indonesia yang menganut tradisi Eropa continental. Namun demikian gaya politiknya meniru gaya AS yang penuh dengan politik serba kuantitatif, seperti pencitraan, adanya konsultan politik yang adhoc, survey, polling dsb. Maka, budiman menyoroti fenomena atau peristiwa Amerika Latin yang keadaan politiknya mirip dengan Indonesia. Sistem kepartaian yanmg dianutnya adalah sistem multi partai. Sistem pemerintahannyapun juga kebanyakan presidensial. Akan tetapi ada yang berbeda antara disana dengan Indonesia, kalau disana sistem presidensial bisa kuat dengan tetap menggunakan sistem kepartaian yangmulti. Ini bisa terjadi karena secara sosiologi politik, masyarakat politik di Amerika Latin adalah homogen. Homogenitas atau persamaan ini kenudian menjadikan sistem multi partai yang ada menjadi sederhana. (Willy Aditya, Dilema multi partai dalam presidensialisme, 2010, hlm 8-9 ).




  


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari berbagai pembahasan diatas, maka dapat kita simpulkan bahwa:
Partai politik merupakan sekumpulan dari sekelompok orang pada suatu Negara atau wilayah yang anggota-anggotanya memiliki orientasi, nilai dan cita-cita yang sama untuk terwujudnya visi yang telah dibuat dengan sebagai tolak ukur dalam mempertahankan pimpinan partai politiknya atau dengan kata lain bagaimana anggota dari partai tersebut mempertahankan kekuasaan kedudukannya dan serta merebut kekuasaan.
Fungsi partai politik adalah untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan guna mewujudkan program-program yang sudah disusun dan kami sependapat dengan pendapatnya Miriam budihardjo yang mengatakan bahwa fungsi parpol dalam Negara yang demokrasi yaitu sebagai sarana komunikasi politik, sebagai sarana sosialisasi politik dan yang terakhir sebagai sarana recruitment politik parpol serta mencari orang yang berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik.
Asal dan perkembangan parpol dipandang dua pendekatan yang pertama; pendekatan teoritis yaitu meliputi teori kelembagaan, situasi historis dan pembangunan. Kedua; pemdekatan faktual yakni dijelaskan dalam tahap perkembangannya yang meliputi tahap faksionalisasi, polarisasi,tahap ekspansi dan tahap pelembagaan.
Sistem kepartaian tergolong menjadi tiga penggolongan yakni sitem partai tunggal ( single party system ), sistem dwi partai ( two party system ), dan sistem multi partai ( multi party system ).

B.     Saran
Jadilah warga Negara yang baik dan belajarlah untuk jujur dari hal yag terkecil karena kita belajar dari suatu hal yang paling terkecil sehingga disana terjadi pembiasaan pada diri kita masing-masing serta adil dan professional dalam bertindak dan membuat keputusan. Belajar memimpin diri sendiri, baru memimpin orang lain.





DAFTAR PUSTAKA

·         Gatara, said AA, M.Si dan Said Dzulkiah M.Si. Sosiologi Politik, konsep dan dinamika perkembangan kajian. Bandung : Pustaka Setia. 2007
·         Mahrup M.Pd. Kapita Selecta Sejarah Indonesia, periode ( 1945-1998 ). Selong. 2011
·         Aditya Willy. Analisis politik bulanan,memajukan demokrasi membangun republik, dilema multi partai dalam presidensialisme. Refrensi. 2010
·         Tim litbang kompas. Partai-partai politik Indonesia, ideologi dan program. Jakarta : kompas. 2004
·         Ebert Stiftung Ffriedrich. Politik Pemiludi Asia Tenggara dan Asia Timur. Jakarta : Pensil-324. 2003