BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Kita selalu terkukung oleh tradisi
gender, bahkan sejak masih kecil. Gender hadir ditengah-tengah percakapan,
gurauan, dan sering juga menjadi akar perselisihan. Gender juga dapat
menjelaskan semuanya ; mulai dari gaya mengemudi hingga kepilihan makan.
Pengaruh gender tertanam kuat didalam berbagai institusi, tindakan, keyakinan,
dan keinginan kita sehingga sering kali dianggap sebagai sesuatu yang wajar.
Feminis berangkat dari kesadaran akan
diskriminasi ketidaksetaraan ataupun ketidakadilan. Mereka berbeda dalam
membangun argumen mengapa ketidakadilan atau kesetaraan terjadi dan bagaimana
strategi untuk menghentikannya. Mulai memfokuskan pada analisis bahwa sala satu
dari berbagai teori yang dianggap Sebagai sumber ketidakadilan maupun
ketidaksetaraan atau bahkan kesengsaraan terhadap kaum perempuan itu merupakan
implikasi dari kebijakan pembangunan dan kebijakan negara. Ketika itulah
feminisme tidak hanya sebagai teori kritik serta kegiatan pemikiran dan
ideologi melainkan juga telah memproduksi teori perubahan sosial dan menjadi
salah satu kritik pembangunan.
Teori modernisasi dan pembangunan
tentang kaum perempuan pada dasarnya bersumber pada asumsi kaum liberal pada
umumnya yang sejak awal perempuan lebih dianggap sebagai masalah bagi ekonomi
modern dari pada laki-laki.
Dalam persfektif Neo-Marxian Kellner
yakni kunci untuk memahami globalisasi adalah dengan meneorikannya sekaligus
sebagai reproduksi revolusi teknologi global atas kapitalisme. Artinya bahwa
perubahan tersebut terkait erat dengan faktor-faktor politik dan sosial. Selain
marxisme atau para ilmuan menaruh simpati terhadap masyarakat disamping itu
juga melakukan perubahan dengan kata lain sosialisme ilmiah.
B.
Rumusan
masalah
Adapun masalah-masalah yang saya
rumuskan dalam makalah ini adalah sbb :
1. Bagaimana Pengertian Gender?
2. Bagaimana Feminisme Marxis dan
perubahan sosial?
3. Bagaimana Analisis gender dan
teori perubahan sosial?
C.
Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah
sbb :
1. Sebagai
refrensi bagi mahasisiwa dalam mata kuliah persfektif global
2. Mengetahui
pengertian gender
3. Memahami
feminisme marxis dan perubahan sosial
4. Mengetahui
dan memahami bagaimana analisis gender dan teori perubahan sosial.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Gender
Disadari
bahwa isu gender merupakan isu baru bagi masyarakat sehingga menimbulkan
berbagai penafsiran dan
respon yang tidak proporsional tentang gender. Salah satu faktor yang
mempengaruhi adanya kesenjangan gender adalah bermacam-macamnya tefsiran tentang
pengertian tentang gender.
Untuk
dapat memahami konsep gender maka harus dapat dibedakan antara gender dengan
seks. Seks merupakan pembagian 2 jenis kelamin manusia yang ditentukan secara
biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu sedangkan istilah gender
pertama kali diperkenalkan oleh Robert Stoller ( 1968 ) untuk memisahkan pencarian
manusia yang didasarkan pada pendefinisian yang bersifat sosial budaya dengan
pendefinisian yang berasal dari ciri-ciri fisik biologis. ( Mansour Faqih, Analisis
gender dan transformasi sosial, pustaka pelajar, yogyakarta, 1999, hlm 8 ).
Kantor
menteri negara pemberdayaan perempuan RI mengartikann gender adalah peran-peran
sosial yang dikonstrusikan oleh masyarakat serta tanggung jawab dan kesempatan
laki-laki dan perempuan yang diharapkan masyarakat agar peran-peran sosial
tersebut dapat dilakukan oleh keduanya.
Gender
bukanlah kodrat ataupun ketentuan Tuhan . oleh karena itu, gender berkaitan
dengan proses keyakinan bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan berperan
dan bertindak sesuai dengan tata nilai yang terstrukrur, ketentuan sosial dan
budaya ditempat mereka berada. Dengan kata lain gender adalah perbedaan antara perempuan
dan laki-laki dalam peran, fungsi, hak, perilaku yang dibentuk oleh ketentuan sosial
dan budaya setempat.
Gender
tidak bersifat universal namun bervariasi dari masyarakat yang satu ke
masyarakat lainnya dari waktu ke waktu. Ada 2 elemen gender yang bersifat
universal yaitu : yang pertama; gender tidak identik dengan jenis kelamin. Kedua;
gender merupakan dasar dari pembagian kerja disemua masyarakat. ( Gallery, 1987
).
Sedangkan
konsep gender lainnya sebagaimana yang diungkapkan oleh Mansour Faqih dalam
bukunya analisis gender dan tranformasi sosial adalah suatu sifat yang melekat
pada kaum laki-laki dan perempuan yang dikonstruksikan secara sosial maupun
kultural. Timbulnya kerancuan pemutarbalikan makna mengenai perbedaan gender
dan seks merupakan suatu masalah yaang perlu dijernihkan. Belakangan ini timbul
pemahaman di masyarakat yang tidak pada tempatnya, dimana gender yang ada pada
dasarnya merupakan konstruksi sosial justru dianggap sebagai kodrat ( ketentuan
Tuhan ). Sebaliknya dengan dewasa ini yang sebagian besar dianggap sebagai
kodrat khususnya bagi kaum wanita adalah konstruksi sosial dan kultural.kelamin
merupakan penggolongan biologis yang didasarkan pada sifat reproduksi
potensial. Gender membangun sifat biologis dari yang tadinya brsifat alami
kemudian melebihkannya. ( Sugihastuti, itsna hadi, gender dan inferioritas perempuan,
pustaka pelajar, yogyakarta, 2007, hlm 5 ).
Dari
berbagai definisi diatas maka dapat kita tarik kesimpulan bahwa gender adalah
suatu konstruksi/bentuk sosial yang sebenarnya bukan bawaan lahir sehimgga
dapat dibentuk/diubah tergantung dari tempat, waktu/zaman, suku/ras/bangsa,
budaya, status sosial, pemahaman agama, negara ideologi, politik, hukum, dan
ekonomi. Oleh karena itu, gender bukanlah kodrat Tuhan melainkan buatan manusia
yang dapat dipertukarkan dan memiliki sifat relatif. Sedangkan jenis kelamin
adalah kodrat Tuhan yang berlaku dimana saja yang tidak dapat berubah dan
dipertukarkan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan. ( Dr. Riant
Nugroho, gender dan strategi pengarus utamaannya di Indonesia, pustaka pelajar,
yogyakarta, 2008, hlm 8 ).
B. Feminisme
Marxis dan perubahan sosial
Pendirian
dasar penganut Marxisme adalah bahwa women question harus diletakkan sebagai
bagian dari kritik terhadap kapitalisme, terutama pada sistem mode produksi.
Dengan demikian ketika ketika berbicara tentang posisi kaum perempuan, penganut
paham Marxisme mempunyai asumsi bahwa rendahnya kaum status perempuan bersumber
pada struktur produksi. Sementara itu, Marx memang sedikit sekali berbicara
soal kaum perempuan dalam sistem kapitalisme.
Kajian
kaum feminis Marxis umumnya didasarkan pada teori Engels tentang sejarah
para-kapitalisme. Engels dalam uraian tersebut menjelaskan bahwa sejarah
jatuhnya status perempuan bukanlah disebabkan oleh perubahan teknologi
melainkan karena perubahan organisasi kekayaan. Munculnya era hewan piaraan dan
petani menetap yakni satu masa awal penciptaan “ surplus “ adalah dasar
munculnya private property yang kemudian manjadi dasr dari perdagangan dan
produksi untuk exchange. Karena lelaki mengontrol produksi untuk exchange, maka
mereka mendominasi hubungan sosial dan politik dan sebagai akibatnya perempuan
direduksi menjadi bagian dari property belaka. ( Dr. Mansour Faqih, Runtuhnya
teori pembangunan dan globalisasi, Pustaka Pelajar, yogyakarta, 2001, hlm 153-154
).
Kegagalan
untuk mengintegrasikan kaum perempuan dalam sistem ekonomi dianggap sebagai
kesalahan proses difusi dan juga akibat makro sistem eksploitasi dan
ketergantungan. Oleh karena anggapan bahwa penyebab penindasan kaum perempuan
adalah struktural-yakni sejak awal munculnya sisitem private property dan mode
of producuction untuk akumulasi kapital dan divisi buruh internasional maka
penyelesaiannya sama yakni revolusi atau putuskan hubungan dengan sistem
kapitalis internasional.
Ternyata
setelah revolusi jaminan untuk keadilan antara laki dan permpuan kembali lagi
terkurung dalam sektor domestik. Atas dasar itulah persoalan publik dan
domestik menjadi topik bahasan feminis marxis juga, seperti kata Margaret Leahy
, mengutip Engels “ hanya jika urusan mengurus rumah tangga ditransformasi
menjadi industri sosial, dan urusan menjaga dan mendidik anak juga jadi urusan
umum, maka kaum perempuan tidak akan mencapai kesetaraan yang sejati. “
pandangan ini dilanjutkan oleh Largulia dan Demoulin yang menyatakan bahwa
emansipasi kaum perempuan terjadi jika hanya kaum perempuan terlibat dalam
produksi dan berhenti dari urusan rumah tangga, dan proses itu terjadi pada
saat ini hanya melalui industrialisasi.
Dengan
demikian, penganut penganut Marxis percaya bahwa status kaum perempuan akan
berubah hanya melalui revolusi sosial dan penghapusan pekerjaan domestik.
Seperti model liberal, Marxisme juga menerima pandangan bahwa teknologi akan
membebaskan kaum perempuan.
C. Analisis
gender dan teori perubahan sosial.
Berbeda
dengan pendekkatan women in development yang pada dasarnya merupakan persfektif
feminisme satu dekade pertama pembangunan perempuan PBB, ternyata berbagai
program peningkatan peran perempuan dianggap gagal untuk mengubah nasib
berjuta-juta kaum perempuan dan ternyata banyak program pembangunan mempunyai
dampak berbeda bagi kaum lelaki dan kaum perempuan. Pada saat itu mulailah
timbul kesadaran baru bahwa pendekatan women in development atau pendekatan
peningkatan peran wanita dalam pembangunan telah gagal membebaskan perempuan
dari diskriminasi dan ketidakadilan.
Atas
dasar itulah suatu pendekatan baru yang tidak menyalahkan korban ketidakadilan
dan yang selalu memfokuskan terhadap kaum perempuan mulai dikaji. Salah satu
yang dianggap menjadi persoalan terletak bukan pada kaum perempuannya ,
melainkan pada ideologi yang dianut oleh baik lelaki maupun perempuan yang
sangat berpengaruh dalam kebijakan dan pelaksanaan pembangunan, yakni bias
gender dalam pembangunan. Akibat dari kebijakan pembangunan yang bias gender
atau buta gender, banyak program pembangunan telah mempunyai dampak yang
berbeda lelaki dan perempuan. Atas dasar itulah suatu diskursus tandingan
terhadap women in development telah lahir yakni suatu pendekatan yang disebut
sebagai gender and development yakni suatu pendekatan yang sepenuhnya
menggunakan analisis gender.
Analisis
gender sebagai analisis sosial konflik memusatkan perhatian pada ketidakadilan
struktural yang disebabkan oleh keyakinan gender yang mengakar dan tersembunyi
diberbagai tempat seperti tradisi masyarakat, keyakinan keagamaan, serta
kebijakan dan perencanaan pembangunan. Akibat bias gender yang tersembunyi pada
pelaksana proyek pembangunan, misalnya jutaan perempuan secara tidak disengaja
telah menjadi korban atau dikorbankan oleh proyek pembangunan tersebut. Kata
gender sendiri adalah kata inggris yang berarti suatu pemahaman sosial budaya
tentang apa dan bagaimana lelaki dan perempuan seharusnya berperilaku.
Oakley
( 1972 ) dalam sex, gender and society memberi makna gender perbedaan jenis
kelamin yang bukan biologis dan bukan kodrat Tuhan. Perbedaan biologis jenis
kelamin merupakan kodrat Tuhan dan oleh karenanya secara permanen dan universal
berbeda. Sementara gender adalah behavioral differences antara lelaki dan
perempuan yang socially constructed, yakni perbedaan yang bukan kodrat atau
bukan ciptaan Tuhan, melainkan di
Ciptakan oleh kaum
lelaki dan perempuan melalui proses social dan budaya yang panjang. Caplan (
1987 ) dalam the cultural construction of sexuality menegaskan bahwa perbedaan
perilaku antara lelaki dan perempuan selain secara biologis, sebagian besar
justru terbentuk melalui proses sosial dan kultural. Oleh karena itu, gender
berubah dari waktu ke waktu, dari tempat ke tempat, bahkan dari kelas ke kelas,
sementara jenis kelamin akan tetap tidak berubah.
Berbagai manifestasi ketidakadilan yang ditimbulkan oleh
adanya asumsi gender adalah sbb : pertama, terjadi marginalisasi ( kemiskinan
ekonomi ) terhadap kaum perempuan. Meskipun tidak setiap marginalisasi
perempuan disebabkan oleh ketidakadilan gender, yang dipersoalkan dalam
analisis gender adalah marginalisasi yang disebabkan oleh perbedaan gender.
Misalnya banyak perempuan tersingkirkan dan menjadi miskin akibat dari program
pertanian Revolusi Hijau yang hanya memfokuskan pada petani lelaki.
Kedua, terjadinya subordinasi pada salah satu jenis sex,
yang umumnya pada kaum perempuan. Dalam rumah tangga, masyarakat, maupun
negara, banyak kebijakan dibuat tanpa menganggap penting kaum perempuan.
Misalnya anggapan “ karena toh nantinya perempuan akan ke dapur, mengapa harus
sekolah tinggi-tinggi “ , adalah bentuk subordinasi yang dimaksudkan.
Ketiga, adalah pelabelan negatif ( stereotype ) terhadap
jenis kelamin tertentu terutama terhadap kaum perempuan dan akibat dari
stereotype itu terjadi diskriminasi serta berbagai ketidakadilan lainnya. Dalam
masyarakat banyak sekali stereotype yang dilabelkan dalam kaum perempuan yang
akibatnya membatasi, menyulitkan, memiskinkan, dan merugikan kaum perempuan.
Karena adanya keyakinan masyarakat bahwa lelaki adalah pencari nafkah ( bread
winner ).
Keempat, kekerasan ( violence ) terhadap jenis kelamin
tertentu , umumnya perempuan , karena perbedaan gender. Kekerasan disini mulai
dari kekerasan fisik seperti pemerkosaan dan pemukulan sampai kekerasan yang
berbentuk lebih halus seperti pelecehan ( sexual harassment ) dan penciptaan
ketergantungan.
Kelima, karena peran gender perempuan adalah mengelola
rumah tangga, banyak perempuan menanggung beban kerja domestik lebih banyak dan
lebih lama. Beban kerja tersebut menjadi dua kali lipat terlebih-lebih bagi
kaum perempuan yang juga bekerja diluar rumah.
Kesemua manifestasi ketidakadilan gender tersebut diatas
adalah saling berkait dan secara dialektika saling mempengaruhi. Manifestasi
ketidakadilan itu “tersosialisasi” kepada baik kaum lelaki dan kaum perempuan
secara mantap, yang lambat laun akhirnya baik lelaki maupun perempuan menjadi
terbiasa dan akhirnya percaya bahwa peran gender itu seolah-olah menjadi
kodrat. Lambat laun terciptalah suatu struktur dan sistem ketidakadilan gender
yang diterima dan sudah tidak lagi dapat dirasakan adanya sesuatu yang salah .
persoalan ini bercampur dengan kepentingan kelas, itulah mengapa justru banyak
kaum perempuan kelas menengah yang sangat terpelajar justru ingin
mempertahankan sistem dan struktur tersebut.
Analisis gender justru menjadi alat gerakan feminisme
untuk memjelaskan sistem ketidakadilan sosial. Tanpa analisis gender, gerakan
feminisme akan menjadi reduksionisme, yang lebih memusatkan perhatian perubahan
sosial bagi kaum perempuan belaka. Analisis gender membantu memahami bahwa
pokok permasalahannya atau persoalannya adalah sistem dan struktur yang tidak
adil; baik lelaki maupun perempuan menjadi korban dan mengalami dehumanisasi
karena sistem ketidakadilan gender tersebut.
Lebih
lanjut, analisis gender ini memungkinkan gerakan feminisme memfokuskan pada
relasi gender serta keluar dari pemikiran yang memfokuskan pada perempuan. Yang
manjadi agenda utama setiap perubahan sosial tidak sekedar menjawab ‘kebutuhan
praktis’ atau merubah kondisi kaum perempuan yakni memperjuangkan perubahan
posisi kaum perempuan, termasuk konter hegemoni dan konter discourse terhadap
ideologi gender yang telah mengakar pada keyakinan baik kaum perempuan maupun
lelaki. ( Dr. Mansour Faqih, Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi,
Pustaka pelajar, yogyakarta, 2001, hlm 171-177 ).
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari berbagai pembahasan diatas,
maka dapat kita simpulkan bahwa : gender mengacu ke peran laki-laki dan
perempuan yang dikonstruksikan secara sosial. Peran tersebut dipelajari,
berubah dari waktu ke waktu dan beragam menurut budaya dan antar budaya. Identitas
seksbiologi sebaliknya ditentukan oleh ciri-ciri genetika dan anatomis. Gender
dengan pembangunan adalah suatu pendekatan yang berfokus kepada
kekuatan-kekuatan sosial, ekonomi, politik, dan budaya yang menentukan
bagaimana perempuan dan laki-laki berpartisipasi didalam, memperoleh manfaat,
dan mengontrol sumber-sumber daya dan kegiatan proyek secara berbeda.
Pendekatan ini merubah fokus yang semula pada perempuan sebagai kelompok relasi
antara dpermpuan laki-laki yang
ditentukan secara sosial.
Asumsi gender ada lima asumsi yakni
: Marginalisasi ( kemiskinan ekonomi ) terhadap kaum perempuan, Subordinasi,
stereotype, violence ( kekerasan ), dan peran gender perempuan dalam
pengelolaan rumah tangga. Dalam pandangan feminisme ada dua terminologi yang menggambarkan
ruang aktivitas bagi perempuan yakni ruang domestik dan ruang publik. Dimana
ruang domestik ini adalah aktivitas perempuan yang berkaitan dengan rumah
tangga. Sedangkan ruang publik adalah aktivitas perempuan yang dilakukan diluar
rumah, baik interksi dengan masyarakat sekitar maupun dalam lingkungan
kerja.
DAFTAR PUSTAKA
·
Dr. Faqih Mansour. Analisis
Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 1999
·
Dr.Nugroho Riant. Gender
dan Pengarus-Utamaannya di Indonesia. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 2008
·
Sugihastuti, Hadi Itsna
Saptiawan. Gender dan Inferioritas
Perempuan, Praktik Kritik Sastra Feminis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
2007
·
Dr. Faqih Mansour. Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 2001
Terimakasih atas pembacaan pada buku INSISTPress. Rehal buku akan diarsip dan dilink-an ke: http://blog.insist.or.id/insistpress/?p=864&lang=id
BalasHapus